Thursday 4 June 2015

Perjanjian Pinjam Nama Dalam Kepemilikan Tanah/ Bangunan 
Dan Saham Perseroan


Perjanjian Nominee bisa dikatakan perjanjian simulasi (perjanjian pura-pura) yang dilakukan oleh beberapa pihak dalam hal ini WNA dengan WNI ataupun WNI dengan WNI yaitu seolah-olah terjadi perjanjian, namun sebenarnya secara rahasia setuju perjanjian itu tidak berlaku, ini dapat terjadi dalam hal hubungan hukum antara mereka tidak ada perbuatan apa-apa atau dengan perjanjian pura-pura itu akan berlaku hal lain.
Jadi ada pertentangan antara kehendak dari para pihak dengan kenyataan, sehingga perjanjian itu dapat batal demi hukum berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata, suatu sebab yang terlarang, dan pihak ketiga yang dirugikan dapat membatalkan hal ini.
Perjanjian Pinjam nama ini sering dilakukan dalam bidang kepemilikan tanah/bangunan atau saham perseroan terbatas.

A. bidang kepemilikan tanah/bangunan.

Pasal 9 UUPA :

(4) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan pasal 2. 

(5) Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Pasal 21 UUPA :

(4) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik. 

(5) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya. 

(6) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

(7) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

Pasal 26 UUPA :

1. Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

2.Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

Secara garis besar ketentuan dari ketiga pasal tersebut menyatakan bahwa hanyalah WNI yang memiliki hubungan sepenuhnya dengan tanah sebagai bagian dari bumi, dan hubungan yang dimaksud adalah wujud HM yang hanya dapat dipunyai oleh WNI, sedangkan bagi WNA dapat diberikan Hak Pakai.
 Ketentuan tentang persyaratan subyek hak, khususnya terhadap WNA disertai dengan sanksi terhadap pelanggarannya yang secara khusus dimuat dalam Pasal 26 Ayat 2 UUPA. Pelanggaran terhadap ketentuan itu berakibat bahwa peralihan HM kepada WNA itu batal demi hukum dan hak atas tanahnya jatuh pada Negara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 42 dan 45 UUPA, pemberian hak atas tanah bagi orang asing dan badan hukum asing di Indonesia adalah hak pakai dan hak sewa.

Pasal 42 UUPA :

Yang dapat mempunyai hak pakai ialah : 
 a.warga negara Indonesia; 
b.orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
 c.badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
 d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 

Pasal 45 UUPA :
Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah : 
a. warganegara Indonesia;  
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 
c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Pasal 2 angka 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 menyebutkan bahwa WNA dapat memiliki rumah yang berdiri sendiri di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah negara atau di atas bidang tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 jo Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. 
B.
Bidang saham perseroan terbatas.
Pasal 48 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas secara tegas mengatur bahwa saham dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi, saham itu wajib atas nama pemegang sahamnya, tidak bisa nama pemegang saham berbeda dengan pemilik sebenarnya.
Undang-undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal melarang pembuatan akta secara Nominee, yaitu pemegang saham semuanya orang asing (WNA) kemudian dibuat akta notaril yang menyatakan bahwa saham tersebut milik WNI.
Dalam “saham pinjam nama” lazim juga dikenal sebagai nominee agreement.
Pembuatan nominee agreement dilarang oleh UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Pasal 33 ayat (1) UUPM melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing untuk membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Pasal 33 ayat (2) UUPM selanjutnya mengatur bahwa perjanjian semacam itu dinyatakan batal demi hukum.

Ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) UUPM, penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Jika ada perjanjian semacam itu, maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Jadi, tidak ada cara yang sah untuk bisa menjamin si pemegang saham yang namanya dipinjam akan menjual kembali sahamnya kepada pemegang saham (penanam modal) yang sebenarnya.
Hal ini karena struktur nominee dilarang dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. 
Akta Notaris yang memuat nominee agreement. /pinjam nama/topengan, secara struktur formalitas akta Notaris telah memenuhi syarat akta berdasarkan Pasal 38 UUJN-P, tapi secara materil (isi akta) batal demi hukum. Sudah seharusnya dan Notaris wajib tahu hukumnya bahwa nominee agreement /pinjam nama/topengan dilarang oleh hukum dan ada akibatnya jika dilanggar.

Undang-undang nomor 25 tahun 2007 - Pasal 33 yang menerangkan :

(1) Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.

(2) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.

Bahwa nominee agreement /pinjam nama/topengan tidak hanya antara WNI dan WNA, tapi juga dilakukan antara WNI dengan WNI, baik dalam kepemilikan saham atau tanah/bangunan. 
Ciri dari telah dilakukan pembuatan nominee agreement /pinjam nama/topengan (antara WNA dan WNI) dalam bidang pertanahan/bangunan selalu diikuti dengan perjanjian/akta seperti :

1. Perjanjian Pemilikan Tanah (Land Agreement) dan Pemberian Kuasa. Dalam Perjanjian Pemilikan Tanah, pihak Warga Negara Indonesia (WNI) mengakui bahwa tanah HM yang terdaftar atas namanya bukanlah miliknya, tetapi milik WNA yang telah menyediakan dana untuk pembelian tanah HM beserta bangunan. Selanjutnya pihak WNI memberi kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada pihak WNA untuk melakukan segala tindakan hukum terhadap tanah HM dan bangunan.

2. Perjanjian Opsi, yaitu pihak WNI memberikan opsi atau pilihan untuk membeli tanah HM dan bangunan kepada pihak WNA karena dana untuk pembelian tanah HM dan bangunan itu disediakan pihak WNA.

3. Perjanjian Sewa Menyewa (Lease Agreement), yaitu pada prinsipnya dalam perjanjian ini diatur tentang jangka waktu sewa berikut opsi untuk perpanjangannya beserta hak dan kewajiban pihak yang menyewakan (WNI) dan penyewa (WNA).

4.Kuasa untuk menjual (Power of Attorney to Sell) yaitu kuasa untuk menjual, ini berisi pemberian kuasa dengan hak substitusi dari pihak WNI (pemberi kuasa) kepada pihak WNA (penerima kuasa) untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau memindahkan tanah HM dan bangunan.

5.Hibah Wasiat, yaitu dalam hibah wasiat ini, pihak WNI menghibahkan tanah HM dan bangunan atas namanya kepada pihak WNA.

6.Surat Pernyataan Ahli Waris, yaitu dalam hal ini istri pihak WNI dan anaknya menyatakan bahwa walaupun tanah HM dan bangunan terdaftar atas nama suaminya, tetapi suaminya bukanlah pemilik sebenarnya atas tanah HM dan bangunan tersebut.

7.Akta Pengakuan Utang.

8.Pernyataan bahwa pihak Warga Negara Indonesia memperoleh fasilitas pinjaman uang dari Warga Negara Asing untuk digunakan membangun usaha.

9.Pernyataan pihak Warga Negara Indonesia bahwa tanah Hak Milik adalah milik pihak Warga Negara Asing.

10.Kuasa menjual. Dalam hal ini Pihak Warga Negara Indonesia memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak Warga Negara Asing untuk menjual, melepaskan atau memindahkan tanah Hak Milik yang terdaftar atas nama Warga Negara Indonesia.

11.Kuasa roya. Dalam kuasa roya ini, Pihak Warga Negara Indonesia memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak Warga Negara Asing untuk secara khusus mewakili dan bertindak atas nama pihak Warga Negara Indonesia untuk meroya dan menyelesaikan semua kewajiban utang-piutang pihak Warga Negara Indonesia.

12.Sewa menyewa tanah. Dalam sewa menyewa tanah ini, Warga Negara Indonesia sebagai pihak yang menyewakan tanah memberikan hak sewa kepada Warga Negara Asing sebagai penyewa selama jangka waktu tertentu, misalnya 25 (dua puluh lima) tahun dapat diperpanjang dan tidak dapat dibatalkan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.

13. Perpanjangan sewa menyewa. Pada saat yang bersamaan dengan pembuatan perjanjian sewa menyewa tanah, dibuat sekaligus perpanjangan sewa menyewa selama 25 (dua puluh lima) tahun.

14. Kuasa. Pihak Warga Negara Indonesia memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak Warga Negara Asing (penerima kuasa) untuk mewakili dan bertindak untuk atas nama pihak Warga Negara Indonesia mengurus segala urusan, memperhatikan kepentingannya, dan mewakili hak-hak pemberi kuasa untuk keperluan menyewakan dan mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), menandatangani surat pemberitahuan pajak dan surat-surat lain yang diperlukan, menghadap pejabat yang berwenang serta menandatangani semua dokumen yang diperlukan.
Ciri dari telah dilakukan pembuatan nominee agreement/pinjam nama/topengan (antara WNA dan WNI) dalam bidang perseroan terbatas selalu diikuti dengan perjanjian/akta seperti :

(1) Pemegang saham membuat akta Pernyataan, bahwa modal yang tersebut dalam akta pendirian bukan miiknya (bukan uang sendiri), tapi dari pihak lain. 

(2) Dibuat akta Pengikatan Jual Beli Saham dan Kuasa Jual Saham.

(3) Dibuat Akta Pernyataan bahwa saham yang tersebut dalam akta bukan bagian dari harta bersama.

(4) Dibuat Akta Kuasa untuk menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham setiap saat jika diperlukan.

(5) Dibuat kuasa dari Direksi /Komisaris (jika pemegang saham sebagai Direksi/Komisaris) kepada pemilik modal tersebut untuk menjalankan operasional perseroan terbatas dan pengambilan keputusan strategis perseroan.

(6) Akta Pernyataan bahwa modal yang disebutkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas berasal dari pinjaman pihak tertentu (pemilik modal).

Bahwa nominee agreement /pinjam nama/topengan dilakukan juga antara WNI dengan WNI, baik dalam kepemilikan saham atau tanah/bangunan. Misalnya ada Yayasan yang membeli sebidang tanah (yang seharusnya bisa dinamakan Yayasan sendiri) tapi diatasnamakan nama pribadi (Pembina/Pengurus/ Pengawas Yayasan) yang kemudian diback up dengan akta Pernyataan yang namanya dipinjam tadi, misalnya dengan akta Kuasa Jual, dengan akta Wasiat, dengan akta Hibah Wasiat atau akta-akta lainnya untuk bukti yang bersangkutan hanya dipinjam namanya. Dalam bidang perseroan terbatas yang namanya dipinjam sebagai pemegang saham, dengan membuat akta Pernyataan bahwa modal/saham tersebut bukan miliknya tapi milik orang lain yang namanya disebutkan dalam akta atau akta-akta lainnya untuk bukti yang bersangkutan hanya dipinjam namanya dalam perseroan terbatas tersebut.
Bahwa dalam perspektif Hukum Pajak, akta-akta Pernyataan tersebut atau yang sejenisnya tidak dapat mengeliminasi dengan menyatakan semua tersebut bukan miliknya. Dan tetap akan dinilai sebagai miliknya sendiri yang sebenarnya yang dapat dikenakan pajak.
Sumber : Habib Adjie