Wednesday, 29 October 2014

KRONOLOGIS SINGKAT PERMASALAHAN KASUS 
REKAN THERESIA PONTOH (NOTARIS-PPAT JAYAPURA PAPUA)



Karena banyak permintaan dari rekan-rekan Notaris-PPAT yang bersimpatik terhadap rekan Theresia Pontoh (TP), dan adanya juga berita, yang disampaikan, yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan ke Pengwil-Pengwil dan Pengda-Pengda, yang menyatakan bahwa rekan TP telah melakukan perbuatan Kriminal/bersalah, dan menghimbau agar tidak perlu dibantu/mengikuti aksi Solidaritas pada tgl 30 Okt nanti.
Untuk itulah, saya diminta dan mewakili teman-teman di Papua dan keluarga TP, memberikan kronologis singkat dengan apa adanya, bukan ada apanya, tidak ditambah/kurangi. (masih ada data otentik, ratusan halaman, bila diperlukan).

Tanggal 29 Maret 2011 Hengki Dawir (HD selaku Penjual/orang asli Papua) dan Rudy Doomputra (RD mengaku selaku calon Pembeli/orang Tionghoa Surabaya) menyerahkan 2 sertipikat atas nama HD ke Theresia Ponto (TP) dengan maksud utk membuatkan AJB/ BN tp karena persyaratan belum lengkap sehingga TP tidak melanjutkan AJB/BN dan dibuatkan tanda terima atas nama RD sesuai dengan kemauan RD dan diikuti kemauan itu oleh HD (pada saat itu tidak melengkapi persyaratan pembuatan AJB/BN seperti Akta Nikah, KK, PBB, NPWP, bukti kwitansi, malah RD mau agar TP memakai NPWP Perusahaan RD yang tidak aktif sebagai NPWP HD tapi TP menolak).

TP tidak menerbitkan Akta Jual Beli, tidak menerima uang fee PPAT dan tidak menerima titipan pajak BPHTB dan pajak SSP serta tidak menyuruh dan menyaksikan bayar membayar antara RD dengan HD.(hanya diberikan fc kwitansi pembayaran uang muka, antara HD dan RD sebesar Rp.500jt).

Tanggal 30 Maret 2011 HD (penjual/pemilik) mau mengambil 2 sertipikat tsb tapi TP tdk mau memberikan harus datang bersama dengan RD (calon pembeli), krn pada saat menyerahkan ke TP itu datangnya bersama-sama HD dan RD.

Tgl 30 Maret 2011 HD memberikan surat ke TP utk tidak melanjutkan proses jual beli karena 2 sertipikat tersebut sudah dijual sebelumnya ke Sahruddin (S) dalam bentuk tanah hak ulayat dan S yang membiayai proses penerbitan 2 sertipikat tsb. 
S juga memberikan surat utk tidak melanjutkan proses AJB/BN disertai dengan bukti2 kwitansi pembelian yg telah dibayar dan diterima HD.

Tgl 26 April 2011 TP meminta HD, RD dan S utk datang ke ktr TP guna mencari solusi atas permasalahan 2 sertipikat tersebut.
RD membujuk S agar bisa memiliki 2 sertipikat tersebut tapi S tidak mau dengan alasan bahwa RD sejak awal sudah mengetahui betul tanah 2 sertipikat tersebut telah dibeli oleh S dan S yg mengurus penerbitan 2 sertipikat tsb dan yang menimbun tanah 2 sertipikat tsb, justru kenapa saat sertipikat telah terbit dan bisa diambil dari BPN justru RD memaksa HD utk mengambil di BPN tapi fisik 2 sertipikat dipegang oleh staff RD dan HD hny menandatangani buku ekspedisi pengambilan sertipikat di BPN, dan RD memaksa HD langsung ke ktr TP. 
Karena tdk ada kesepakatan diantara HD, RD dan S maka TP tidak menyerahkan 2 sertipikat tersebut dan menyarankan utk meminta penetapan Pengadilan Negeri agar 2 sertipikat tersebut diserahkan kepada orang yg tepat. 
RD (calon pembeli) melaporkan TP ke Polresta Jayapura pada Mei 2011 dengan Pasal 335 KUHP tapi di SP3 krn tidak cukup unsur dan bukti.

HD menggugat TP secara perdata pada 1 Juni 2011 dan berakhir dengan perdamaian, dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Atas Akta Perdamaian (akta van Dading) dimana 2 sertipikat yg masih bernama HD (penjual/pemilik) dikembalikan ke HD selaku pemiliknya, pada tanggal 10 Agust 2011. Dengan putusan pengadilan negeri Jayapura tsb, maka 2 sertifikat tsb di serahkan oleh TP kpd HD (pemilik/penjual), dengan tanda-terima penyerahan sertifikat.

RD menggugat TP secara perdata pada September 2011 dan RD mencabut gugatan disebabkan pada pertengahan persidangan HD meninggal dunia.
20 Nopember 2013 ada surat keterangan dari PP IPPAT yang intinya TP tidak melakukan kesalahan dan bekerja sesuai prosedure.
9 Juli 2013 RD melaporkan TP pasal 372 KUHP ttg Penggelapan (sertipikat) padahal 2 sertipikat tsb sdh tdk dalam penguasaan TP sejak Agustus 2011, TP kembalikan ke pemiliknya HD dengan melaksanakan isi dari Putusan Pengadilan Negeri Jayapura (akta van Dading). Kenapa TP dijadikan tersangka?

Tgl 23 Juli 2014 TP ditahan di Lapas Abepura dengan dijemput paksa oleh dari Tim Polda Papua, dalam keadaan sakit tanpa toleransi dipaksa ke Polda Papua, lalu ke Kejari Jayapura, diteruskan ke Rutan Abepura-Jayapura dan diperiksa oleh dokter di klinik Rutan Abepura-Jayapura dalam keadaan sakit tetapi dibuatkan Berita Acara Sehat, dan dipaksa menanda-tangani Surat keterangan Sehat tersebut.
Pengwil IPPAT & Pengwil INI Papua menelpon Syafran Sofyan, agar segera ke Jayapura, dan saya jawab agar sebelumnya membuat surat ke PP INI, agar saya mendapatkan Surat Tugas dari PP INI. Setelah mendapat surat tugas dari PP INI, baru saya berangkat ke Jayapura. Menurut informasi dari rekan Elizabeth, bahwa sekarang ini rekan TP masih dalam tahanan Kejati Papua, untuk itu sebelum berangkat saya berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, mengenai kedatangan ke Jayapura, agar dapat bertemu dengan Kajati Papua. Tanggal 19 Agustus 2014 saya diberitahu dari Kejagung dapat bertemu dengan Kajati Hutagalung pada tanggal 21 Agustus 2014, dan rupahnya menurut informasi rekan Elizabeth via telpon kepada saya, sehari sebelumnya tgl 20 Agust 2014 sore, semua berkas rekan TP telah diserahkan/limpahkan ke PN Jayapura. Pada tgl 21 Agust pk.11 WIT, saya beserta semua pengurus INI/IPPAT Papua bertemu dengan Kajati dan Aspidum. Banyak kejanggalan dalam perbincangan tersebut, antara lain, kenapa secepat itu berkas dilimpahkan ke PN? Saya bertanya, kenapa rekan TP ditahan? Jawab Aspidum, takut menghilangkan alat bukti, padahal mereka tahu alat bukti 2 sertifikat sudah tidak ditangan TP, dan sudah diserahkan ke Pemilik, atas perintah akta Van Dading. Karena kita desak, akhirnya sempat Aspidum menyatakan sebenarnya rekan TP tidak bersalah, jawab saya kenapa bisa P21, dan diteruskan ke PN, mereka tidak bisa jawab.

Kita juga menemui Ka.PN Jayapura Martinus Bala, yg minta penangguhan penahanan, jawabnya menunggu selesai pemanggilan saksi-saksi. Kita juga telah berkoordinasi dengan Pengadilan Tinggi Papua, ada hakim PT, yang menyatakan rekan TP tidak bersalah. Di Jakarta, kita juga telah bersurat, dan berkoordinasi dengan MA, bertemu dengan Dirjen Peradilan Umum MA, bertemu dengan pimpinan Komisi Yudisial, bahkan pada waktu kunjungan kedua, salah satu Komisioner KY Dr.Ibrahim, ikut ke Jayapura, untuk bertemu langsung dengan Ka.PN Jayapura, dan sebelumnya kita putarkan video, adanya dugaan komunikasi dalam persidangan melalui sms antara Ka.PN dengan saksi utama pelapor (lihat You Tube Peradilan Heboh). Bahkan kita juga mengadakan Diskusi Hukum, mengumpulkan semua lembaga penegak hukum, Komisioner KY, penyidik, jaksa, Aspidum Kejati, Kakanwil BPN Papua & Papua Barat, Kemenkumham, serta seluruh Notaris-PPAT se Papua, antara lain membahas kasus rekan TP. Segala upaya sudah kita lakukan, ada apa untuk meminta penangguhan penahanan saja tidak dikabulkan apalagi saat ini sedang mengalami sakit, dan diopname karena sakit infeksi empedu, maag kronis, gangguan sakit di dada kiri/jantung dan status TP masih tahanan Pengadilan Negeri dengan status pembantaran bukan penangguhan.

TP, suami TP, Penasehat Hukum TP beserta Pengurus Wilayah IPPAT Papua dan Pengurus Wilayah INI Papua telah mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan tapi Majelis Hakim tidak mengabulkan permohonan tersebut.

Untuk itulah, atas permintaan keluarga TP, Pengwil IPPAT/INI Papua & Papua Barat, dan telah berkoordinasi dengan PP INI, untuk mengadakan mogok nasional, dan aksi solidaritas, agar rekan TP, dapat ditangguhkan penahanannya. Rencana ini sebenarnya sudah lama digagas, dan diminta oleh pengurus INI/IPPAT se Papua dan Papua Barat, namun baru dapat direalisasikan setelah kita berkumpul, mengadakan pertemuan di Solo, hari Jumat yg lalu, dan ditentukanlah oleh rekan-rekan di Papua dan Papua Barat, tanggal 30 Oktober di Jakarta, agar mereka tidak usah pulang lagi, dari Solo langsung ke Jakarta, dan mulai tanggal 27 Oktober ini, diadakan secara serentak mogok kerja Notaris-PPAT se Papua dan Papua Barat, sampai tuntutan/ditangguhkannya rekan TP.

Atas dukungan, support, partisipasi rekan-rekan Notaris-PPAT di seluruh Indonesia, khususnya dalam acara Forum Solidaritas terhadap KRIMINALISASI rekan TP, kami menghaturkan ribuan terima-kasih, dengan harapan, agar kedepan tidak ada lagi rekan kita, saudara kita Notaris-PPAT yang dikriminalkan oleh oknum penegak hukum. Untuk itulah kita agar dapat Bersatu, Kompak, mempunyai rasa solidaritas, agar harkat, martabat, jabatan dan kehormatan kita tetap terjaga. Salam Perjuangan. Bravo Notaris-PPAT Indonesia.  (Syafran Sofyan)