Perjanjian Nominee bisa dikatakan
perjanjian simulasi (perjanjian pura-pura) yang dilakukan oleh beberapa pihak
dalam hal ini WNA dengan WNI ataupun WNI dengan WNI yaitu seolah-olah terjadi
perjanjian, namun sebenarnya secara rahasia setuju perjanjian itu tidak
berlaku, ini dapat terjadi dalam hal hubungan hukum antara mereka tidak ada
perbuatan apa-apa atau dengan perjanjian pura-pura itu akan berlaku hal lain.
Jadi ada pertentangan antara kehendak
dari para pihak dengan kenyataan, sehingga perjanjian itu dapat batal demi
hukum berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata, suatu sebab yang terlarang, dan pihak
ketiga yang dirugikan dapat membatalkan hal ini.
Perjanjian Pinjam nama ini
sering dilakukan dalam bidang kepemilikan tanah/bangunan atau saham perseroan
terbatas.
A. bidang kepemilikan tanah/bangunan.
A. bidang kepemilikan tanah/bangunan.
Pasal 9 UUPA :
(4) Hanya warganegara Indonesia dapat
mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam
batas-batas ketentuan pasal 1 dan pasal 2.
(5) Tiap-tiap warganegara Indonesia,
baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi
diri sendiri maupun keluarganya.
Pasal 21 UUPA :
(4) Hanya warganegara Indonesia dapat
mempunyai hak milik.
(5) Oleh Pemerintah ditetapkan
badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
(6) Orang asing yang sesudah berlakunya
Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang
mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun
sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah
jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut
hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa
hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(7) Selama seseorang di samping
kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak
dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat
(3) pasal ini.
Pasal 26 UUPA :
1. Jual-beli, penukaran, penghibahan,
pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain
yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2.Setiap jual beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada
orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,
kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2),
adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan,
bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Secara garis besar ketentuan dari ketiga
pasal tersebut menyatakan bahwa hanyalah WNI yang memiliki hubungan sepenuhnya
dengan tanah sebagai bagian dari bumi, dan hubungan yang dimaksud adalah wujud
HM yang hanya dapat dipunyai oleh WNI, sedangkan bagi WNA dapat diberikan Hak
Pakai.
Ketentuan tentang persyaratan subyek hak, khususnya terhadap WNA
disertai dengan sanksi terhadap pelanggarannya yang secara khusus dimuat dalam
Pasal 26 Ayat 2 UUPA. Pelanggaran terhadap ketentuan itu berakibat bahwa
peralihan HM kepada WNA itu batal demi hukum dan hak atas tanahnya jatuh pada
Negara.
Berdasarkan ketentuan Pasal 42 dan 45
UUPA, pemberian hak atas tanah bagi orang asing dan badan hukum asing di
Indonesia adalah hak pakai dan hak sewa.
Pasal 42 UUPA :
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah
:
a.warga negara Indonesia;
b.orang asing yang berkedudukan di
Indonesia;
c.badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia.
Pasal 45 UUPA :
Yang dapat menjadi
pemegang hak sewa ialah :
a. warganegara Indonesia;
b. orang asing
yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d. badan hukum asing yang
mempunyai perwakilan di Indonesia.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing
yang Berkedudukan di Indonesia. Pasal 2 angka 1 huruf b Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 1996 menyebutkan bahwa WNA dapat memiliki rumah yang berdiri
sendiri di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah negara atau di atas bidang
tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah,
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 jo Peraturan
Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing.
B.
Bidang saham perseroan terbatas.
Pasal
48 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas secara tegas
mengatur bahwa saham dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi, saham itu wajib
atas nama pemegang sahamnya, tidak bisa nama pemegang saham berbeda dengan
pemilik sebenarnya.
Undang-undang nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
melarang pembuatan akta secara Nominee, yaitu pemegang saham semuanya orang
asing (WNA) kemudian dibuat akta notaril yang menyatakan bahwa saham tersebut
milik WNI.
Dalam “saham pinjam nama” lazim juga dikenal sebagai nominee
agreement.
Pembuatan nominee agreement dilarang
oleh UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Pasal 33 ayat (1)
UUPM melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing untuk membuat
perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam
perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Pasal 33 ayat (2) UUPM
selanjutnya mengatur bahwa perjanjian semacam itu dinyatakan batal demi hukum.
Ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2)
UUPM, penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dilarang membuat
perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam
perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Jika ada perjanjian semacam
itu, maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Jadi, tidak ada cara
yang sah untuk bisa menjamin si pemegang saham yang namanya dipinjam akan
menjual kembali sahamnya kepada pemegang saham (penanam modal) yang sebenarnya.
Hal ini karena struktur nominee dilarang
dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
Akta Notaris yang memuat nominee
agreement. /pinjam nama/topengan, secara struktur formalitas akta Notaris telah
memenuhi syarat akta berdasarkan Pasal 38 UUJN-P, tapi secara materil (isi
akta) batal demi hukum. Sudah seharusnya dan Notaris wajib tahu hukumnya bahwa
nominee agreement /pinjam nama/topengan dilarang oleh hukum dan ada akibatnya
jika dilanggar.
Undang-undang nomor 25 tahun 2007 -
Pasal 33 yang menerangkan :
(1) Penanam modal dalam negeri dan
penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan
terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa
kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
(2) Dalam hal penanam modal dalam
negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu
dinyatakan batal demi hukum.
Bahwa nominee agreement /pinjam
nama/topengan tidak hanya antara WNI dan WNA, tapi juga dilakukan antara WNI
dengan WNI, baik dalam kepemilikan saham atau tanah/bangunan.
Ciri dari
telah dilakukan pembuatan nominee agreement /pinjam nama/topengan (antara WNA
dan WNI) dalam bidang pertanahan/bangunan selalu diikuti dengan perjanjian/akta
seperti :
1. Perjanjian Pemilikan Tanah (Land
Agreement) dan Pemberian Kuasa. Dalam Perjanjian Pemilikan Tanah, pihak Warga
Negara Indonesia (WNI) mengakui bahwa tanah HM yang terdaftar atas namanya
bukanlah miliknya, tetapi milik WNA yang telah menyediakan dana untuk pembelian
tanah HM beserta bangunan. Selanjutnya pihak WNI memberi kuasa yang tidak dapat
ditarik kembali kepada pihak WNA untuk melakukan segala tindakan hukum terhadap
tanah HM dan bangunan.
2. Perjanjian Opsi, yaitu pihak WNI
memberikan opsi atau pilihan untuk membeli tanah HM dan bangunan kepada pihak
WNA karena dana untuk pembelian tanah HM dan bangunan itu disediakan pihak WNA.
3. Perjanjian Sewa Menyewa (Lease
Agreement), yaitu pada prinsipnya dalam perjanjian ini diatur tentang jangka
waktu sewa berikut opsi untuk perpanjangannya beserta hak dan kewajiban pihak
yang menyewakan (WNI) dan penyewa (WNA).
4.Kuasa untuk menjual (Power of
Attorney to Sell) yaitu kuasa untuk menjual, ini berisi pemberian kuasa dengan
hak substitusi dari pihak WNI (pemberi kuasa) kepada pihak WNA (penerima kuasa)
untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau memindahkan tanah HM dan bangunan.
5.Hibah Wasiat, yaitu dalam hibah wasiat
ini, pihak WNI menghibahkan tanah HM dan bangunan atas namanya kepada pihak
WNA.
6.Surat Pernyataan Ahli Waris, yaitu
dalam hal ini istri pihak WNI dan anaknya menyatakan bahwa walaupun tanah HM
dan bangunan terdaftar atas nama suaminya, tetapi suaminya bukanlah pemilik
sebenarnya atas tanah HM dan bangunan tersebut.
7.Akta Pengakuan Utang.
8.Pernyataan bahwa pihak Warga Negara
Indonesia memperoleh fasilitas pinjaman uang dari Warga Negara Asing untuk
digunakan membangun usaha.
9.Pernyataan pihak Warga Negara
Indonesia bahwa tanah Hak Milik adalah milik pihak Warga Negara Asing.
10.Kuasa menjual. Dalam hal ini Pihak
Warga Negara Indonesia memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak Warga
Negara Asing untuk menjual, melepaskan atau memindahkan tanah Hak Milik yang
terdaftar atas nama Warga Negara Indonesia.
11.Kuasa roya. Dalam kuasa roya ini,
Pihak Warga Negara Indonesia memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak
Warga Negara Asing untuk secara khusus mewakili dan bertindak atas nama pihak
Warga Negara Indonesia untuk meroya dan menyelesaikan semua kewajiban
utang-piutang pihak Warga Negara Indonesia.
12.Sewa menyewa tanah. Dalam sewa
menyewa tanah ini, Warga Negara Indonesia sebagai pihak yang menyewakan tanah
memberikan hak sewa kepada Warga Negara Asing sebagai penyewa selama jangka
waktu tertentu, misalnya 25 (dua puluh lima) tahun dapat diperpanjang dan tidak
dapat dibatalkan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.
13. Perpanjangan sewa menyewa. Pada saat
yang bersamaan dengan pembuatan perjanjian sewa menyewa tanah, dibuat sekaligus
perpanjangan sewa menyewa selama 25 (dua puluh lima) tahun.
14. Kuasa. Pihak Warga Negara Indonesia
memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak Warga Negara Asing (penerima
kuasa) untuk mewakili dan bertindak untuk atas nama pihak Warga Negara
Indonesia mengurus segala urusan, memperhatikan kepentingannya, dan mewakili
hak-hak pemberi kuasa untuk keperluan menyewakan dan mengurus izin mendirikan
bangunan (IMB), menandatangani surat pemberitahuan pajak dan surat-surat lain
yang diperlukan, menghadap pejabat yang berwenang serta menandatangani semua
dokumen yang diperlukan.
Ciri dari telah dilakukan pembuatan nominee agreement/pinjam
nama/topengan (antara WNA dan WNI) dalam bidang perseroan terbatas selalu diikuti
dengan perjanjian/akta seperti :
(1) Pemegang saham membuat akta
Pernyataan, bahwa modal yang tersebut dalam akta pendirian bukan miiknya (bukan
uang sendiri), tapi dari pihak lain.
(2) Dibuat akta Pengikatan Jual Beli
Saham dan Kuasa Jual Saham.
(3) Dibuat Akta Pernyataan bahwa saham
yang tersebut dalam akta bukan bagian dari harta bersama.
(4) Dibuat Akta Kuasa untuk menghadiri
Rapat Umum Pemegang Saham setiap saat jika diperlukan.
(5) Dibuat kuasa dari Direksi /Komisaris
(jika pemegang saham sebagai Direksi/Komisaris) kepada pemilik modal tersebut
untuk menjalankan operasional perseroan terbatas dan pengambilan keputusan
strategis perseroan.
(6) Akta Pernyataan bahwa modal yang
disebutkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas berasal dari pinjaman pihak
tertentu (pemilik modal).
Bahwa nominee agreement /pinjam
nama/topengan dilakukan juga antara WNI dengan WNI, baik dalam kepemilikan
saham atau tanah/bangunan. Misalnya ada Yayasan yang membeli sebidang tanah
(yang seharusnya bisa dinamakan Yayasan sendiri) tapi diatasnamakan nama
pribadi (Pembina/Pengurus/ Pengawas Yayasan) yang kemudian diback up dengan
akta Pernyataan yang namanya dipinjam tadi, misalnya dengan akta Kuasa Jual,
dengan akta Wasiat, dengan akta Hibah Wasiat atau akta-akta lainnya untuk bukti
yang bersangkutan hanya dipinjam namanya. Dalam bidang perseroan terbatas yang
namanya dipinjam sebagai pemegang saham, dengan membuat akta Pernyataan bahwa
modal/saham tersebut bukan miliknya tapi milik orang lain yang namanya
disebutkan dalam akta atau akta-akta lainnya untuk bukti yang bersangkutan
hanya dipinjam namanya dalam perseroan terbatas tersebut.
Bahwa dalam
perspektif Hukum Pajak, akta-akta Pernyataan tersebut atau yang sejenisnya
tidak dapat mengeliminasi dengan menyatakan semua tersebut bukan miliknya. Dan
tetap akan dinilai sebagai miliknya sendiri yang sebenarnya yang dapat
dikenakan pajak.
Sumber : Habib Adjie