Oleh : Dr.Diah Sulistyani Muladi,SH,SpN,M.Hum
Notaris-PPAT Jakarta Barat, Dosen Pasca Sardjana, Alumni PPSA XVII Lemhannas RI
Prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No.10 Tahun 1998 , bank tanpa alasan apapun juga wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian tersebut. Bank dalam memberikan kredit perlu diawasi secara ketat, mengingat hal tersebut merupakan perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan dari kegiatan usaha yang dilakukan bank. Karena dana yang disalurkan bank berupa kredit merupakan dana masyarakat, baik masyarakat penyimpan uang atau uang Negara. Hal tersebut juga mengingat peranan bank sangat besar dalam menjaga kestabilan ekonomi secara makro, maka bank perlu menjaga kesehatannya terutama dalam menyalurkan kredit. Terkadang godaan sangat besar sekali dalam menyalurkan kredit, yang menyebabkan membengkaknya kredit macet dalam bank.
Mengapa undang-undang, peraturan-peraturan serta kebijaksanaan-kebijaksanaan tentang prinsip-prinsip perkreditan di Indonesia sudah sedemikian rupa dibuat oleh para arsitektur hukum tetapi dalam kenyataannya masih ada kecenderungan timbul masalah kredit macet, jaminan bermasalah. Bahwa pelatihan-pelatihan, kursus-kursus telah dilaksanakan untuk mencerdaskan para pegawai bank dalam memberikan analisa kredit. Tetapi, jawabnya pegawai bank juga manusia. Tinggal pribadi masing-masing menyingkapi secara cerdas akan segala resiko dalam pemberian kredit. Mereka di satu sisi ditarget oleh pimpinan untuk merealisasikan pemberian kredit kepada masyarakat, apabila tidak tercapai target maka resiko mereka sebagai pegawai bank akan dikenakan sanksi dalam penilaian kinerja pegawai yang dilaksanakan setiap tahun. Dan penilaian pegawai berdampak terhadap bonus pegawai setiap tahun. Memang hal-hal tersebut dilematis, tinggal para pelaku di bank tersebut cerdas-cerdas menyingkapinya. Bagaimana target dapat tercapai, tetapi aman dari sudut prinsip-prinsip perkreditan dan aspek legalitas.
Untuk mencegah adanya kredit-kredit bermasalah, sebaiknya perlu dipikirkan formula apa yang dapat melindungi bank. Di satu sisi bank aman, dan kredit tercapai sesuai target. Menjelang akhir bulan, tiap-tiap pegawai bank ditarget untu realisasi kredit. Ini perlu hati-hati karena tidak semua perhitungan cemerlang hasilnya. Pegawai bank harus berani memilih, target tercapai tetapi kurang hati-hati atau target tidak tercapai karena terlalu hati-hati. Resiko-resiko tersebut harus benar-benar dijadikan pilihan, mana sanksi yang memberatkan. Apabila tidak tercapai target akhirnya dikenakan sanksi intern berupa penilaian kinerja buruk dan dapat digeser ke bagian lain, atau berani melanggar prinsip kehati-hatian tetapi yang bersangkutan melanggar Undang-Undang. Hal-hal tersebut yang sering terjadi di dunia nyata sehari-hari. Namun, para pejabat bank yang menilai kinerja bawahannya haruslah lebih mengerti akan arti mengakkan prinsip kehati-hatian bank. Prinsip kehati-hatian harus ditegakkan, namun harus ada kebijaksanaan para pejabat bank dalam memberikan penilaian terhadap bawahannya apabila target tidak tercapai. Apakah merubah formula sistim penilaian kinerja pegawai, agar pelaksana di lapangan lebih mengutamakan Good Governance dan Good Corporate Governance dalam mencari calon debitur dan merealisasikan kredit debitur. Sangat sangat riskan dan beresiko tinggi. Tergantung moral dan etika dalam penegakan prinsip kehati-hatian tersebut.
Notaris selalu dituntut harus selalu hati-hati dalam melaksanakan pekerjaan dari pihak bank. Namun tugas Notaris harus didukung oleh bank agar tidak ada kecenderungan bank hanya memikirkan pencapaian target maupun berlindung di Cover Note Notaris. Hal-hal inilah yang perlu disingkapi secara cerdas, dengan berlindung kepada Cover Note Notaris itu tidak dibenarkan, memang Notaris harus juga meneliti dengan hati-hati.
Pihak Bank harus lebih arif mencermati keadaan ini agar lebih menegakkan prinsip kehati-hatian, mengingat beberapa bank menggunakan Cover Note Notaris sebagai syarat mencairkan kredit kepada debitur. Penegakkan prinsip kehati-hatian dapat dilaksanakan dengan baik dan benar apabila bank dalam menjalankan usahanya lebih menyadari bahwa dana yang disalurkan dalam bentuk kredit merupakan dana masyarakat yang ditanam dalam bentuk tabungan, deposito, dll. Perbaikan dalam sistim penilaian pegawai bank dapat membantu mengatasi timbulnya kredit macet dan kredit bermasalah, pencapaian target tidak berdampak pada penilaian kinerja pegawai bank. Pegawai bank yang menangani kredit harus dibekali juga masalah hukum, peranan dan dampak pemberian kredit dari aspek hukum. Dibuat aturan sanksi apabila ada oknum pegawai bank yang melakukan penekanan terhadap Notaris maupun pihak-pihak yang terkait dalam pemberian kredit. Hal tersebut lebih efektif untuk menghambat adanya kredit macet dan kredit bermasalah.
Mengkaji tentang penegakan dan pembangunan hukum, persoalannya tidak terlepas dari beroperasinya 3 (tiga) komponen sistem hukum (legal system) sebagaimana yang dikatakan Lawrence M. Friedman terdiri dari komponen struktur, substansi, dan kultur. Kultur memegang peranan penting dalam penegakan hukum, penegakan hukum pada suatu masyarakat sangat tinggi karena didukung oleh kultur masyarakat yang patuh pada hukum. Dan dalam perkreditan, sudah tersedia Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, Kebijakan-kebijakan Pejabat Bank, dan unsur pelaksana perkreditan baik debitur, kreditur, marketing, pejabat analis kredit, pejabat pemutus kredit, Notaris, Asuransi, dan pihak-pihak terkait dalam proses realisasi kredit. Menjalankan aturan sesuai rel yang ada tidaklah sulit, walaupun peraturan dan undang-undang sudah ada namun proses penegakannya terdapat unsur budaya tergesa-gesa tidak akan efektif . Hal-hal semacam itu yang menyebabkan timbulnya kredit menjadi kedodoran. Pelaksana perkreditan di lapangan mengalami kerisauan terhadap pencapaian target, yang terkadang apabila sampai pada titik klimaks putus asa ada kecenderungan melakukan budaya tergesa-gesa. Kedudukan Notaris dapat mengalami potensi konflik dengan bank apabila dalam menjalankan jabatannya tidak menuruti kemauan pihak bank yang menangani kredit. Notaris harus berani memutuskan “ Take It or Leave It . ’’ Peran Notaris harus patuh pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, bekerja selalu dalam koridor hukum. Tidak diperkenankan adanya prinsip keuntungan semata-mata.
Perlunya ada kesepakatan antar Notaris bank agar dalam melayani bank ada keseragaman. Seragam standar tarif, seragam persyaratan akad kredit, seragam visi dan misi menangani akad kredit, seragam menegakkan aturan, seragam tidak bersedia ditekan dalam keadaan apapun. Notaris artinya telah memberikan sumbangan yang tidak ternilai harganya bagi Negara dalam mencegah kredit bermasalah atau kredit macet.
Bagi penentu kebijakan bank sebaiknya memikirkan kembali formula apakah yang paling ampuh untuk memacu kinerja pegawai bank tetapi tetap pada koridor aturan yang ada. Kultur hukum yang baik akan sangat menunjang efektivitas hukum sebagaimana yang diharapkan. Di dalam sosiologi hukum, dikenal apa yang dinamakan “ Order In Disorder ’’ (Tatanan Dalam Ketidaktertiban), dalam arti bahwa perundang-undangan yang dibuat memang menjamin adanya kepastian peraturan, tetapi belum menjamin kepastian hukum. Kepastian hukum masih dipengaruhi oleh hal-hal yang empiris dalam “Law In Action” di dalam masyarakat yang penuh kompleksitas sosial. Beberapa undang-undang dan peraturan serta kebijakan yang menyangkut perbankan khususnya masalah perkreditan telah ada, namun diperlukan semangat dalam penegakannya agar lebih efektif pelaksanaannya. Lebih meningkatkan Prudential Banking di setiap lini pemberian kredit.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan Notaris dalam pembuatan akta-akta di bidang perkreditan perbankan yaitu :
A. Menyangkut TAKE OVER Kredit.
1. Tanggal Surat Roya, tanggal Akta Perjanjian Kredit dan tanggal Akta Pengikatan Jaminan Kredit termasuk SKMHT, tanggal pencairan kredit harus sama. Agar tidak terjadi kekosongan hukum dalam pengikatan jaminan kredit dan tidak terjadi benturan dalam pengikatan jaminan kredit baik di bank yang akan diambil alih kreditnya maupun bank yang mengambil alih. Karena banyak akta SKMHT yang dipergunakan sebagai batu loncatan dalam masalah take over kredit bank.
2. Sebelum melayani take over kredit, pihak Notaris dan bank yang memberikan pekerjaan kepada Notaris atau pihak yang akan melakukan take over harus berkoordinasi dengan bank yang akan diambil alih mengenai jaminan kredit apa saja yang akan diambil alih. Agar Notaris dan PPAT jelas dalam pembuatan akta jaminan kredit. Jangan sampai terjadi “ membeli kucing dalam karung “, ini sangat berbahaya sekali.
Melakukan inventarisasi di bank yang akan diambil alih masalah sertifikat tanah, invoice-invoice kalau terdapat fidusia mesin dan sertifikat jaminan fidusia dan dokumen-dokumen lain.
Mengingat pengecekan asli sertifikat diwajibkan sebelumnya dalam pembuatan setiap akta, dan di Kantor Pertanahan tidak dapat dilakukan pengecekan foto copy sertifikat tanah.
3. Notaris harus benar-benar memberikan perhatian kepada bank masalah tanggal surat roya sebagaimana no.1 tersebut di atas.
4. Sebaiknya dihindari tanda tangan TAKE OVER kredit pada hari Jumat, mengingat proses kliring yang pendek.
5. Notaris dalam proses TAKE OVER sebaiknya menetapkan jadwal penandatanganan kredit di pukul pagi agar proses kliring dapat terjangkau. Sehingga bank juga dapat mempersiapkan proses pengambilalihan dapat berhasil pada hari itu juga serta secara system dapat hari itu juga.
B. Masalah Pengikatan Jaminan Fidusia.
1. Apabila terdapat pengikatan jaminan fidusia sebelumnya dari kreditur lain, dengan adanya Fidusia on line maka proses Roya masih manual. Maka Notaris harus mendaftarkan Roya terlebih dahulu sebelum melakukan pendaftaran Fidusia on line agar mencegah terjadinya Fidusia Ulang (Pasal 17 UU No.42 Tahun 1999 ).
2. Sebelum melakukan akses pendaftaran fidusia on line, Notaris harus meyakini daftar stock, daftar piutang, daftar mesin dan daftar-daftar obyek jaminan fidusia lainnya termasuk asli invoice mesin-mesin dan asli BPKB Kendaraan sudah diperlihatkan kepada Notaris dan telah dikuasai daftar-daftar obyek jaminan fidusia tersebut.
C. Pengikatan Jual Beli dan SKMHT.
Notaris harus mengetahui asas-asas hukum agar tidak terjadi Akta Pengikatan Jual Beli dikat dengan SKMHT untuk memuluskan pencairan kredit dan hanya menuruti keinginan aspek bisnis dari perkreditan perbankan tanpa Notaris dan PPAT menyadari dampak hukumnya.
Sekali lagi, Notaris harus hati-hati serta wajib mendukung Good Governance dan Good Corporate Governance agar tidak menjurus ke arah turut serta dalam kejahatan “WHITE COLLAR CRIME ” :
KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) ADALAH “ KEJAHATAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG-ORANG YANG MEMPUNYAI KEDUDUKAN FUNGSIONAL DALAM STRUKTUR ORGANISASI KORPORASI YANG BERTINDAK UNTUK DAN ATAS NAMA KORPORASI DEMI KEPENTINGAN ATAU MENGUNTUNGKAN KORPORASI, BERDASAKAN HUBUNGAN KERJA ATAU BERDASAR HUBUNGAN LAIN, DALAM LINGKUP USAHA KORPORASI , BAIK SENDIRI-SENDIRI ATAU BERSAMA-SAMA (CRIME FOR CORPORATION_).
TERDAPAT JUGA KORPORASI YANG KHUSUS DIBENTUK UNTUK MELAKUKAN KEJAHATAN ATAU MENAMPUNG HASIL KEJAHATAN (CORPORATE CRIMINAL).
KEJAHATAN KORPORASI SELALU DIKAITKAN DENGAN
“WHITE COLLAR CRIME, ORGANIZED CRIME bahkan tindakan kejahatan Pencucian Uang.
---0000----
PEMBICARA DAN PENULIS : (Liezty Muladi)
DR.DIAH SULISTYANI MULADI,SH,CN,MHUM
Notaris dan PPAT Jakarta Barat, Dosen di berbagai MKN,MH di beberapa Universitas ( diahmuladi@gmail.com), Ketum IKANOT UNDIP
Sumber : Forum Komunikasi Notaris & PPAT