Bila ditelaah lebih jauh, ketentuan UU yang menetapkan organisasi Ikatan Notaris Indonesia adalah satu-satunya wadah organisasi para notaris, ternyata membawa konsekuensi tidak adanya pemecatan atau pemunduran-diri seorang notaris dari organisasi.
Tak banyak yang tahu, Mahkamah Konstitusi 3 Desember 2014 telah menolak permohonan Teddy Anwar dan kawan-kawan yang berusaha membatalkan frasa “satu wadah” di dalam pasal 82 ayat (1) UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ; “Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia”, pasal 82 ayat (2) UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ; dan pasal 82 ayat (3) sepanjang frasa “satu-satunya”, UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Atas putusan Mahkamah ini ketentuan pasal 82 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, kedudukan INI sebagai wadah tunggal makin kokoh. Sehingga satu-satunya organisasi notaris yang diakui UU adalah Ikatan Notaris Indonesia.
Sebelumnya cita-cita wadah tunggal ini sebatas di Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) Ikatan Notaris Indonesia Hasil Kongres XIX Ikatan Notaris Indonesia di Jakarta, 28 Januari 2006. Di dalam Mukadimah AD tersebut disebutkan “Bahwa Ikatan Notaris Indonesia adalah organisasi yang berbentuk Perkumpulan yang berbadan hukum sebagai satu-satunya organisasi profesi jabatan Notaris bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia, bercita-cita untuk menjaga dan membina keluhuran martabat dan jabatan Notaris.”
Dengan adanya UU Nomor 2 tahun 2014 dan putusan MK tersebut, “cita-cita” para notaris di dalam Kongres itu agar Ikatan Notaris Indonesia sebagai satu-satunya wadah organisasi notaris diformalkan dalam peraturan perundangan negara akhirnya tercapai, dan layak mendapat apresiasi atas perjuangannya.
Namun sepertinya “hukum alam” selalu berlaku : setiap keputusan selalu ada konsekuensi logisnya. Kadang-kadang konsekuensi ini tidak disadari. Apalagi bila keputusan itu dilakukan kurang cermat..
Mari kita lihat soal wadah tunggal ini menurut AD INI. Di dalam Pasal 6 AD INI disebutkan bahwa “Perkumpulan adalah satu-satunya wadah organisasi profesi jabatan Notaris bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia.” Sementara itu di pasal 9 angka 2 disebutkan bahwa, “setiap Notaris Indonesia menjadi Anggota Biasa.”
Sedangkan di Anggaran Rumah Tangga (ART) hasil putusan RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS (PRA KONGRES) IKATAN NOTARIS INDONESIA, LOMBOK, 30 JUNI 2011 di BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 disebutkan bahwa “Ikatan Notaris Indonesia, selanjutnya disingkat INI adalah satu-satunya wadah organisasi profesi jabatan Notaris bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia”. BAB II Bagian Kedua Pasal 3 disebutkan bahwa “Setiap Notaris Indonesia menjadi anggota biasa.”
Sekarang kita berhenti pada persoalan dasar “wadah tunggal” pada AD/ ART tersebut di atas terlebih dulu untuk kita teliti dalam perspektif UU formal.
Di awal tulisan ini telah ditegaskan bahwa Ikatan Notaris Indonesia adalah satu-satunya wadah organisasi notaris. Hal ini tercantum di dalam UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris pasal 82 ayat (1,2,3). Sebelumnya, ketentuan “wadah tunggal” atau tepatnya, “satu-satunya wadah” ini baru tercantum di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi Ikatan Notaris Indonesia selama bertahun-tahun. Baru tahun 2104 itulah agaknya mereka “berhasil” memasukkan “kata kunci” “wadah tunggal” atau “satu-satunya wadah” yang berasal dari AD/ ART ini ke dalam peraturan perundangan formal.
Di dalam UU ini disebutkan bahwa “Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris”, pasal 82 ayat (1). Sementara itu di dalam ayat (3) disebutkan bahwa “wadah organisasi yang dimaksud di ayat (1) adalah satu-satunya wadah profesi notaris yang bebas dan mandiri dst”. Sedangkan Tidak dijelaskan di pasal 82 UU ini apakah notaris boleh “tidak mengikuti” organisasi, tidak dijelaskan pula apakah seorang notaris “wajib menjadi”, atau “otomatis menjadi” anggota organisasi begitu dirinya dilantik pejabat yang berwenang.
Namun bila melihat pasal tersebut, bisa diartikan bahwa seseorang yang sudah diangkat dan dilantik sebagai notaris, “mau tidak mau” atau “suka atau tidak suka” adalah (menjadi) anggota organisasi, organisasi tersebut merupakan satu-satunya organisasi, dan nama organisasi satu-satunya tempat notaris berhimpun adalah Ikatan Notaris Indonesia atau disingkat INI.
Di dalam pasal UU ini akhirnya bisa diartikan bahwa seseorang yang sudah diangkat menjadi notaris maka ia otomatis (dan tidak perlu mendaftar dan memohon) menjadi anggota INI? Kalau ya, ini merupakan konsekuensi pasal 82 tersebut yang sepertinyamenerapkan stelsel positif, yakni seorang notaris yang sudah dilantik maka ia adalah (otomatis?) anggota organisasi INI yang merupakan satu-satunya wadah berhimpun. Tidak ada wadah lain.
Sampai di sini tampak ketentuan ini sangat ideal, karena dengan alasan agar memudahkan negara melakukan pembinaan terhadap notaris yang notabene adalah kepanjangan tangan negara dalam bidang perdata. Namun ketentuan “menutup rapat” adanya organisasi tandingan selain INI haruslah diterima konsekuensi logisnya.
Kita ulangi sekali lagi, kesimpulan penjelasan tadi bahwa “Notaris berhimpun dalam satu wadah organisasi yang merupakan satu-satunya wadah organisasi, yaitu Ikatan Notaris Indonesia”. Sekarang kalau kalimat ini kita balik, yang maksudnya kurang lebih sama, yaitu “seseorang yang bukan notaris, tidak berhimpun dalam satu wadah organisasi yang merupakan satu-satunya wadah organisasi, yaitu Ikatan Notaris Indonesia.”
Kalimat terakhir ini berarti, “seseorang yang bukan notaris, tidak mungkin berhimpun ke dalam (menjadi anggota) organisasi Ikatan Notaris Indonesia.” Artinya, di sini yang menjadi anggota INI hanyalah notaris, tanpa kecuali.
Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana bila seseorang notaris karena melakukan penggelapan uang organisasi (pidana), kemudian dilaporkan ke polisi, dan kemudian dijatuhi hukuman pidana, dan atas hukuman ini kemudian negara memberhentikan yang bersangkutan sebagai notaris? Nah, jika ia berhenti menjadi notaris, sesuai pasal 82 di atas, maka yang bersangkutan tidak bisa berhimpun (menjadi anggota) organisasi INI. Sebab yang bersangkutan sudah tidak menjabat sebagai notaris yang merupakan syarat berhimpun tadi.
Nah, bagaimana seseorang berhenti, mundur atau diberhentikan dari wadah organisasi? Itulah dia masalahnya. Konsekuensi wadah tunggal menurut pasal 82 ini tidak memungkinkan seorang notaris “tidak menjadi anggota” wadah organisasi INI. Bila ada seseorang notaris menyatakan “mundur”, “berhenti” atau apalah namanya, atau mungkin dipecat, maka menurut UU Nomor 12 tahun 2014 ini tidak ada ceritanya. Tidak mungkin. Karena UU ini tidak memberikan ruang buat notaris yang tidak berhimpun (atau tidak mau) dalam wadah organisasi INI. Maksud dari pasal ini adalah semua notaris adalah anggota INI. Tidak mungkin tidak menjadi anggota organisasi yang satu-satunya itu.
Lain lagi ceritanya bila seseorang notaris boleh mendirikan organisasi lain atau seorang notaris diperbolehkan tidak mengikuti organisasi, maka untuk orang yang berhenti, dihentikan, mundur, dimundurkan atau dipecat dari organisasi sekalipun, buat dia berarti ada ruangnya di organisasi lain. Atau bisa juga ia sama sekali tidak mau mengikuti organisasi. Artinya, keharusan berhimpun dalam organisasi yang satu-satunya itu mengandung konsekuensi logis para anggota untuk mengakui sesama anggota lainnya. Bahkan terhadap anggota lain yang tidak disukai sekali pun untuk sama-sama berhimpun di dalam satu perahu.
Nah, kesimpulannya adalah, seorang notaris dalam UU ini adalah anggota organisasi yang satu. Organisasi itu adalah INI. Untuk “memberhentikan” seseorang dari anggota perhimpunan karena -misalnya- kelakukannya terlalu “menyebalkan”, maka kita tidak perlu repot-repot melakukan rapat atau KLB segala. Sebab untuk “memberhentikan” seseorang dari organisasi notaris hanya bisa dilakukan Negara melalui Menteri, yaitu ketika ia sudah dipecat dari jabatannya sebagai notaris. Menurut logika UU ini adalah jika seseorang dipecat dari jabatannya sebagai notaris karena melakukan tindak pidana maka otomatis ia sudah bukan anggota organisasi lagi. Jadi, untuk memberhentikan seseorang dari anggota organisasi maka ia harus berhenti dulu dari jabatannya sebagai notaris. Yang bisa memberhentikannya sebagai notaris adalah yang mengangkatnya, yaitu negara melalui Menteri.
Jadi, menurut UU, seseorang bisa dipecat dari jabatan notaris, misalnya, karena melakukan tindak pidana dan dihukum pidana, kemudian Negara bisa memberhentikannya selamanya. Nah, kalau sudah dipecat sebagai notaris, maka otomatis ia sudah bukan anggota perhimpunan atau organisasi lagi. Tak perlu dipecat dari organisasi. Dia akan berhenti dengan sendirinya bila berhenti menjadi notaris.
Oleh : Kustyo Nugroho, SH
Sumber : Advishukumnotaris.com