Makalah pada Dialog Interaktif Ikanot-Jateng, Universitas Diponegoro, Sabtu, 6 Desember 2014, Balemong Resort, Ungaran, Jawa Tengah.
Dr. Herlien Budiono, S.H.
Catatan Redaksi : berhubung makalah ini panjangnya lebih dari 30 halaman maka kami bagi penerbitannya secara bersambung 3 kali berturut-turut.
I. PENGANTAR
Hukum perjanjian erat hubungannya dengan bidang kenotariatan terutama berkaitan dengan penerapannya di dalam pembuatan akta notaris. Hukum perdata (materiil) yang merupakan bagian dari hukum privat telah diberikan kepada mahasiswa faktultas hukum pada tingkat strata I. Pada tingkat Magister Kenotariatan, mahasiswa notariat harus mampu untuk menerapkan apa yang dipelajari mereka sebagai mata kuliah hukum perdata (materiil) ke dalam praktik pembuatan akta notaris. Hukum perjanjian yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerd) perlu mendapat perhatian khusus agar dapat menjelaskan argumentasi, dasar dan teori hukum perjanjian di dalam penerapan praktik kenotariatan. Catatan singkat mengenai penerapan hukum perjanjian yang sebagian besar diambil dari buku saya.1 merupakan ajaran umum, dasar dan argumentasi di dalam pembuatan/penyusunan akta notaris. Penjelasan lebih lanjut diberikan khusus pada bagian tertentu yang menurut pengamatan penulis adakalanya terlewat dari perhatian.
II. UNSUR PERJANJIAN
Di dalam menjalankan tugas jabatannya sehari-hari notaris harus tiap kali memutuskan mengenai baik bentuk akta maupun dasar hukum, isi akta serta mengapa hal tu demikian. Keputusan harus dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan dan apabila diperlukan bantuan dari doktrin.
Sikap pertama pada waktu menyusun akta notaris, notaries harus yakin bahwa fakta hukum yang dihadapi adalah suatu tindakan hukum. Langkah kemudian adalah menentukan apakah notaris berhadapan dengan tindakan hukum sepihak atau tindakan hukum berganda. Tindakan hukum sepihak merupakan tindakan hukum yang timbul, berubah dan berakhirnya tindakan hukum tersebut bersumber pada satu pihak, misalnya kuasa (volmacht), membuat wasiat. Pada tindakan hukum berganda masih harus diketahui terlebih dahulu apakah yang dihadapi notaris adalah perjanjian atau bukan. Di dalam menentukan mengapa notaris membuat dalam bentuk dan sifat akta pihak dan mengapa membuat dalam bentuk akta berita acara perlu diketahui lebih dahulu apa yang menjadi ciri atau unsur dari suatu perjanjian. Dengan telah menentukan bahwa peristiwa hukum yang dihadapi adalah suatu perjanjian, maka menjadi jelas bahwa bentuknya adalah akta pihak, sedangkan apabila salah satu unsur dari perjanjian (pada umumnya) tidak dipenuhi berarti bahwa peristiwa hukum tersebut bukanlah perjanjian sehingga digolongkan pada tindakan hukum
berganda (lainnya) yang bentuknya adalah akta berita acara.
Adapun unsur dari perjanjian adalah:
1.Kata sepakat dari dua pihak atau lebih;
2.Kata sepakat yang tercapai bergantung kepada para pihak;
3.Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum;
4.Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu atas beban pihak yang lain atau timbal balik; dan
5.Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan.
Singkat kata, perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak.
Pengetahuan mengenai tindakan hukum sepihak, perjanjian serta tindakan hukum berganda lainnya berkaitan dengan sikap/keputusan notaris menentukan bentuk dan sifat akta, siapa saja pihak/penghadapnya, dengan demikian komparisinya pada waktu pembuatan akta termasuk siapa saja pihak pada waktu membuat perubahan (peristiwa hukum) di dalam aktanya.
Sebagai contoh, untuk setiap lembaga hukum yang digolongkan pada perjanjian berarti bahwa bentuknya adalah akta pihak. Adapun untuk melakukan perubahan terhadap perjanjian tersebut harus memenuhi diantaranya pada unsur pertama perjanjian, kata sepakat diantara dua pihak atau lebih, yang berarti bahwa semua pihak yang ikut serta pada waktu pembuatan aktanya, harus ikut serta pula pada waktu membuat perubahan terhadap perbuatan hukum tersebut. Perseroan komanditer pendiriannya didasarkan pada perjanjian dan tidak digolongkan pada badan hukum membawa konsekuensi logis bahwa setiap perubahan pada para pesero, demikian pula perubahan anggaran dasarnya harus dilakukan oleh semua pesero yang ada dan tidak dapat menggunakan korum atau memakai bentuk akta berita acara.
Konsekuensi logis pada tindakan hukum sepihak, seperti pada kuasa (volmacht) adalah bahwa pemberi kuasa dapat setiap saat merubah atau mencabut kuasa yang telah diberikannya kepada penerima kuasa.
III. JENIS PERJANJIAN BERDASAR PADA SIFAT DAN AKIBAT HUKUMNYA
Perjanjian pada umumnya menimbulkan perikatan yang menurut doktrin dikenal sebagai perjanjian obligatoir atau perjanjian yang menimbulkan perikatan (verbintenisscheppende overeenkomst). Pembagian perjanjian berdasar pada sifat dan akibat hukumnya terdiri atas perjanjian berkaitan dengan hukum kekayaan yakni perjanjian di bidang kebendaan, di bidang hukum keluarga, perjanjian mengenai pembuktian, perjanjian bersifat kepublikan yang semuanya merupakan perjanjian di bidang hukum pirivat.
Perjanjian di bidang hukum keluarga.
Pasal 6 ayat (1) U2 No. 1/1974 tentang Perkawinan (UUPerk): “Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”.
Subyek hukum, tata cara, hak dan kewajiban maupun akibat hukum telah diatur secara limitatif di dalam undang-undang. Pada umumnya ketentuan di bidang hukum keluarga bersifat memaksa, kecuali kebebasan mengatur harta benda perkawinan suami-isteri sebelum dilangsungkannya perkawinan mereka.
-Perjanjian perkawinan dalah perjanjian mengenai harta benda perkawian dimana para pihak (calon suami dan calon isteri) bebas untuk mengaturnya dan disahkan oleh Pejabat Pencatatan Sipil ((Pasal 29 UUPerk - Pegawai pencatat perkawinan).
Perjanjian di bidang kebendaan.
- Perjanjian yang dengan mengindahkan ketentuan undang-undang, timbul karena kesepakatan dari dua pihak atau lebih dengan tujuan untuk menimbulkan, beralih, berubah atau berakhimya suatu hak kebendaan. Perjanjian di bidang kebendaan pada umumnya bersifat formil dan riil.
- Pasal 584 KUHPerd: “Hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan: pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan”.
Adapun penyerahan kebendaan tergantung pada jenis bendanya. Berkaitan dengan pemindahan hak atas saham yang dilakukan di dalam praktik perlu diperhatikan kapan suatu hak milik beralih. Beralihnya hak milik atas saham diperlukan persyaratan sebagaimana ditentukan di dalam anggaran dasar PT masing-masing dan Undang-undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Apabila di dalam anggaran dasar PT mensyaratkan adanya persetujuan dari Rapat Umum Para Pemegang Saham (RUPS) maka tidak berarti bahwa dengan adanya persetujuan RUPS untuk pemindahan hak atas saham milik salah seorang pemegang saham sudah beralih hak atas saham tersebut kepada pemilik yang baru.
Hak atas saham baru beralih setelah memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a)kewenangan dari pihak yang menyerahkan;
b)alas hak yang sah; dan
c)penyerahan.
Oleh karena itu, setelah adanya persetujuan RUPS untuk memindahkan hak atas saham masih harus diikuti perjanjian peralihan hak atas saham dengan titel/alas hak khusus seperti jual beli atau hibah. Dengan kata lain, hanya dengan persetujuan RUPS saja, maka hak atas saham belum beralih kepemilikannya.
Kewajiban direksi perseroan untuk memberitahukan adanya perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri Hukum dan Ham untuk dicatat dalam daftar perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak (Pasal 56 ayat (3) UUPT), tidak menentukan sah/tidaknya peralihan hak atas saham. Perjanjian obligatoir (Pasal 1313 KUHPerd)
- Perjanjian yang timbul karena kesepakatan dari dua pihak atau lebih dengan tujuan untuk timbulnya suatu perikatan untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik.
Kontrak adalah sinonim dengan perjanjian. Asli teks Pasal 1012 Wetboek Napole>1374 BW Ned. (Th.1830): "Een kontrakt is een overeenkomst (...)".
Perjanjian mengenai pembuktian.
- Perjanjian yang timbul karena kesepakatan dari dua pihak atau lebih, mengatur dalam perjanjian tersebut cara bagaimana peraturan pembuktian hendak disimpangi atau untuk menghilangkan keraguan mengenai penerapan/penggunaan suatu alat bukti menurut perundang-undangan. Perjanjian mengenai pembuktian tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang bersifat memaksa;
Alat bukti yang jumlah dan jenisnya tak terbatas, oleh para pihak justru dengan perjanjian mengenai pembuktian hendak dibatasi, misalnya pembuktian dengan clausula buku, pembuktian diserahkan kepada salah satu pihak, clausula S.E.& O = salvis erroribus et omissionibu, perjanjian perkawinan. Maksud dibuatnya perjanjian mengenai pembuktian adalah agar pada waktu terjadi pengakhiran perkawinan atau perjanjian kredit, para pihak tidak akan mempersoalkan lagi siapa pemilik harta/benda selama perkawinan suami-istri atau berapa utang debitor yang dibuktikan dengan pembukuan yang dilakukan oleh pihak kreditor/bank.
Perjanjian dalam bidang hukum publik.
- Perjanjian yang timbul karena kesepakatan dari dua pihak atau lebih dimana salah satu pihak adalah badan hukum publik, misalnya tractat, concordat (bila Paus adalah satu pihak).
IV. ASAS-ASAS (FUNDAMENTAL) PERJANJIAN
Sumber hukum menurut teori hukum mencakup tidak saja perundang-undang, kebiasaan, dan putusan pengadilan, tetapi juga asas-asas hukum. Asas hukum sering kali berada di luar undang-undang tetapi tidak jarang asas hukum dikonkritkan atau diwujudnyatakansebagai suatu peraturan misalnya asas kekuatan mengikat yang termanifestasikan di dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerd. Asas-asas hukum sebagai dasar yang sifatnya fundamental dan yang dikenal di dalam hukum kontrak yang klasik adalah sebagaimana disimpulkan dari Pasal-Pasal 1313, 1338, 1340 KUHPerd:
- Konsensualisme (nudus consensus obligat);
- Kekuatan mengikat;
- Kebebasan berkontrak.
Fungsi asas-asas hukum perjanjian adalah:
1)Memberikan keterjalinan dari peraturan-peraturan hukum;
2) Memecahkan masalah baru dan membuka bidang hukum baru;
3) Menyustifikasi prinsip-prinsip etikal yang merupakan substansi aturan hukum; dan
4) Mengkaji ulang ajaran hukum yang ada sehingga dapat memunculkan solusi baru.
V. PEMBAGIAN PERJANJIAN OBLIGATOIR
A. Perjanjian bernama, perjanjian tidak bernama dan perjanjian campuran
Membedakan perjanjian berdasarkan klasifikasi jenis dan golongan menimbulkan banyak kesulitan. Pembedaan atau pemilahan perjanjian obligatoir dapat pula dilakukan dengan didasarkan pada kebutuhan praktis, tanpa mengabaikan pembagian perjanjian secara tradisional. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
Perjanjian bernama (nominaatcontract)
- Perjanjian yang diatur secara khusus dalam undang-undang, misalnya perjanjian jual beli, sewa-menyewa.
Perjanjian tidak bernama (innominaatcontract)
- Perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang walaupun perjanjian tersebut mempunyai nama, misalnya perjanjian sewa beli.
Perjanjian campuran
- Perjanjian yang mengandung dua atau lebih unsur spesifik dari perjanjian bernama misalnya perjanjian indekost yang mengandung perjanjian sewa, jual beli makanan dan melakukan pekerjaan.
Ketentuan perundang-undangan mana yang dipakai dalam perjanjian campuran:
- Teori absorpsi, dipakai salah satu tipe perjanjian yang paling menonjol;
- Teori kumulasi atau kombinasi, dipakai semua peraturan yang mewakili perjanjian bersama-sama;
- Teori sui generis, menganggap perjanjian campuran sebagai perjanjian tidak bernama yang tunduk pada ketentuan umum dari suatu pedanjian sedangkan ketentuan perjanjian bernama dipakai secara analogi.
B. Perjanjian Konsensuil, Formil dan Riil
Perjanjian konsensuil
Hukum Romawi hanya mengenal empat perjanjian bernama yakni perjanjian jual beli, sewa menyewa, persekutuan perdata (maatschap), dan perjanjian pemberian kuasa (lastgeving).
Dengan diterimanya asas nudus consensus obligat atau konsensualisme (kira-kira abad ke-13), maka perjanjian telah terbentuk atas adanya kata sepakat antara para pihak.
- Satu asas hukum umum dari hukum perjanjian menyatakan bahwa untuk terbentuknya perikatan cukup dengan adanya kata sepakat, dikenal sebagai perjanjian konsensuil.
Perjanjian formil
Perjanjian formil merupakan kekecualian atas perbuatan hukum yang pada prinsipnya dapat diwujudkan secara bebas bentuk, isi, dengan siapa dan kapan dilakukannya perjanjian tersebut. Undang-undang untuk beberapa perbuatan hukum tertentu selain adanya kata sepakat juga dibutuhkan formalitas tertentu yakni dibuat dalam bentuk tertentu, dan wajib dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta otentik.
- Perjanjian formil adalah perjanjian yang harus dibuat dalam bentuk tertentu sebagaimana dimaksud dengan unsur perjanjian ke-5, “Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan”, yakni dibuat dengan akta dibawah tangan atau akta otentik,
Misalnya :
-perjanjian kawin, pendirian PT (Pasal 7 ayat (1) Undang2 No. 40/2007),
-pemisahan dan pembagian warisan dalam hal tertentu (Pasal 1070 jo.1072, 1074
-KUHPerd), perdamaian (dading- Pasal 1851 KUHPerd).
Akibat pelanggaran terhadap bentuk akta berakibat bahwa perbuatan hukum menjadi batal demi hukum. Adapun menurut doktrin secara yuridis dogmatis perbuatan hukum tersebut non-existent dengan alasan bahwa salah satu unsur untuk perbuatan hukum tidak dipenuhi, yakni harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang.
Ada kalanya undang-undang secara tegas menyebutkan akibat batal demi hukum dari perbuatan hukum yang bersangkutan, seperti Pasal 1682 KUHPerd (Hibah), dan Pasal 15 ayat (6) U2 No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan=UUHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan - SKMHT). Dari sifat memaksa ketentuan undang-undang seperti Pasal 5 ayat (1) Undang2 No 42/1999 tentang Fidusia (UUFid), Pasal 9 ayat (2) Undang2 No 16/2001 tentang Yayasan menggunakan frasa “(…) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia (…)” atau “(…) dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia (…)”, jelas bahwa perbuatan hukum tersebut digolongkan pada perjanjian formil.
Bentuk akta apakah dalam bentuk akta di bawah tangan atau akta notaris/otentik merupakan syarat mutlak untuk adanya perbuatan/peristiwa hukum (bestaansvoorwaarde) yang dimaksud.
Di dalam praktik ada anggapan yang keliru, bahwa perbuatan hukum tersebut sah karena telah memenuhi ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerd.2 Hal yang dilupakan adalah adanya frasa “(…) dibuat secara sah (…)” yang tidak lain artinya adalah harus dipenuhi bentuk yang diharuskan/diperintahkan undang-undang agar perjanjiannya sah.
UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris jo. UU No. 2/2014 tentang Perubahan UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), mengatur berbeda mengenai akibat perjanjian sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan Pasal 16 ayat (9), Pasal 41, Pasal 44 ayat (5),
Pasal 48 ayat (3), Pasal 49 ayat (4), Pasal 50 ayat (5), Pasal 51 ayat (4) dan Pasal 52 ayat (3). Adapun pemberian sanksinya berupa “akta (yang bersangkutan) hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan ” dan ada tambahan “dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris”.
Dalam hal adanya pelanggaran terhadap ketentuan pasal-pasal tersebut, harus dibedakan antara perbuatan hukum mana yang harus dibuat dalam bentuk akta notaris/otentik dan mana yang tidak harus dibuat dalam bentuk akta notaris/otentik. Akibat hukum bahwa akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat “berubah” menjadi batal demi hukum yakni untuk perbuatan hukum yang diharuskan dibuat dalam bentuk akta notaries/otentik, maka pelanggaran yang dilakukan notaris terhadap pasal-pasal tersebut di atas akan berakibat batal demi hukum karena bentuk akta notaris/otentik merupakan syarat mutlak untuk adanya perbuatan/peristiwa hukum (bestaansvoorwaarde) yang dimaksud bukan dalam bentuk akta di bawah tangan.
Apabila perbuatan hukum cukup dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan namun oleh para pihak dibuat dalam bentuk akta notaris maka akta notaris untuk perbuatan hukum tersebut tidak batal tetapi hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Sebagai contoh perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian formil tetapi tidak diharuskan dibuat dalam bentuk akta notaris tetapi oleh para pihak dibuat dengan akta notaris. Apabila terjadi pelanggaran terhadap salah satu pasal tersebut di atas, maka akta perjanjian sewa menyewa hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Lain halnya jika pelanggaran dilakukan terhadap perjanjian hibah (Pasal 1682 KUHPerd) atau SKMHT (Pasal 15 ayat (1) UUHT), maka hibah/SKMHT tersebut menjadi batal demi hukum.
Perjanjian riil
KUHPerd mengenal pula jenis perjanjian lain yang mensyaratkan tidak saja kata sepakat, tetapi juga sekaligus penyerahan obyek perjanjian atau bendanya. Penyerahan obyek perjanjian tersebut bukanlah prestasi, melainkan unsur yang tidak terpisahkan dari perjanjian riil.
- Perjanjian riil adalah perjanjian di mana diperlukan adanya:
- Kata sepakat; dan
- Penyerahan barang yang menjadi pokok perjanjian dimana penyerahan bukan merupakan prestasi tetapi unsur dari perjanjian riil.
Perjanjian digolongkan pada perjanjian riil adalah perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUHPerd), perjanjian pinjam pakai (Pasal 1740 KUHPerd), perjanjian pinjam habis dipakai/pinjam-meminjam (Pasal 1754 KUHPerd), pemberian (gift) benda bergerak bertubuh atau surat utang atas tunjuk dari tangan satu ke tangan lain (Pasal 1687 KUHPerd).
Agar diperhatikan di dalam pembuatan akta notaris yang merupakan perjanjian riil apakah telah dipenuhi unsur dari perjanjian riil yang bersangkutan yang uraian tentang unsur perjanjian riil ada di bagian essentialia.
C. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik
- Perjanjian dikatakan timbal balik jika dengan terjadinya perjanjian, timbul kewajiban timbal balik di aantara para pihak. Dengan kata lain, yang prestasinya ada pada kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, penitipan barang dengan upah.
(Menurut Nieuw Burgerlijk Wetboek: perjanjian dimana masingmasing pihak mengikatkan dirinya untuk mendapatkan prestasi dari pihak lain dan prestasi itu mempunyai hubungan satu dengan lainnya).
Apakah prestasi yang diperjanjikan oleh para pihak seimbang atau tidak, di dalam praktik notaris tidak perlu untuk menelitinya seperti harga jual beli yang tidak jarang relatif murah ketimbang harga pasar. Kriterium untuk menentukan adanya prestasi yang timbal balik adalah kewajiban pokok yang saling dipertukarkan karena ada kemungkinan diperjanjikan kewajiban tambahan, misalnya jual beli mobil dimana penjual mempunyai kewajiban tambahan untuk mengganti lampu mobil yang pecah.
Perjanjian sepihak
- Perjanjian sepihak membebankan prestasi hanya pada satu pihak saja, misalnya perjanjian hibah, perjanjian penanggungan (borgtocht), pemberian kuasa tanpa upah.
Perjanjian seperti penitipan barang tanpa upah merupakan perjanjian riil dimana unsur perjanjian tersebut adalah kata sepakat dan penyerahan benda obyek perjanjian oleh pihak yang menitipkan barang, sedangkan prestasi berada pada pihak yang harus menjaga benda titipan dan mengembalikan benda titipan. Perjanjian-perjanjian tersebut merupakan perjanjian riil dan digolongkan pula pada perjanjian sepihak. Pada perjanjian penitipan barang dengan upah adalah perjanjian riil tetapi digolongkan pada perjanjian timbal balik.
Penitipan barang dengan upah – perjanjian timbal balik
--------------------------------------------- > < --------------------------------------
sepakat+menyerahkan barang (unsur) sepakat (unsur)
membayar upah (prestasi) menjaga+mengembalikan barang
(prestasi)
penitipan barang tanpa upah – perjanjian sepihak
--------------------------------------------- > < ----------------------------------------
sepakat+penyerahan barang (unsur) sepakat (unsur);
menjaga+mengembalikan barang
(prestasi)
Volmacht dan lastgeving (Pasal 1792 KUHPerd) kedua-duanya diterjemahkan sebagai kuasa. Lastgeving merupakan perjanjian pemberian tugas/beban (last) dimana seorang memberikan tugas kepada seorang lain untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Belum tentu kepada penerima tugas diberikan pula kewenangan mewakili (kuasa) oleh pemberi tugas. Volmacht atau kuasa merupakan tindakan hukum sepihak yang mengandung sifat mewakili, sedangkan perjanjian pemberian kuasa adalah perjanjian yang dapat berupa perjanjian sepihak apabila tidak diperjanjikan upah tetapi merupakan perjanjian timbal balik apabila diperjanjikan pemberian upah.
* Manfaat perbedaan syarat batal selalu dianggap dicantumkan dalam perjanjian timbal balik (Pasal-pasal 1266 - 1267 KUHPerd, HR 20-12-1850, W.11203, HR 17-2-1961, NJ 1961 No. 437), risiko pada keadaan diluar kekuasaan (overmacht-Pasal-pasal. 1545, 1553, 1607 KUHPerd), exceptio non adimpleti contractus.
D. Perjanjian cumacuma dan perjanjian atas beban (Pasal 1314 KUHPerd)
Perjanjian cumacuma
Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian dimana pihak yang satu memberikan keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima manfaat bagi dirinya sendiri, misalnya perjanjian2 hibah, pinjam pakai, penitipan barang secara cuma-cuma, pinjam habis dipakai secara cuma-cuma.
Perjanjian atas beban
Perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1314 ayat (1) KUHPerd), misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, perjanjian perburuhan, pinjam habis dipakai dengan bunga.
Doktrin: Perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk melakukan prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain.
Prestasi yang satu selalu ada kontraprestasi pihak lain di mana kontraprestasinya tidak semata-mata merupakan pengembalian benda yang diterimanya.
Perjanjian atas beban biasanya timbal balik; perjanjian cumacuma biasanya sepihak, tetapi tidak selalu demikian, misalnya perjanjian pinjam habis dipakai dengan bunga adalah perjanjian atas beban, tetapi menurut doktrin adalah perjanjian sepihak.
Pinjam-meminjam (uang) dengan bunga:
Pemberi pinjaman -------------- > < -------------------------- Peminjam
sepakat+menyerahkan uang (unsur) sepakat (unsur) - pengembalian uang+bunga
(prestasi )
*Pelaksanaan suatu prestasi dari suatu perikatan alam (natuurlijke verbintenis) bukan suatu penghibahan.
* manfaat perbedaan Actio Pauliana (Pasal 1341 KUHPerd jo Pasal 41 U2 No. 4/1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang dahulu Pasal 36 Perpu No. 1/1998 jo Pasal 36 Failisementsverordening Stb. 1905 No. 217, Stb. 1906 No. 348), pemasukan (inbreng-Pasal 1086, 1087 KUHPerd), Legitieme portie (Pasal 913-927 KUHPerd), pemotongan (inkorting- Pasal 924 KUHPerd).
E. Perjanjian komutatif dan perjanjian untung untungan
Perjanjian komutatif dan perjanjian untung-untungan bukan merupakan bagian dari
-perjanjian timbal balik.
-Perjanjian komutatif
-Perjanjian yang hasilnya sudah pasti, dan prestasinya tidak ada hubungannya dengan peristiwa kebetulan atau keadaan tidak terduga, misalnya perjanjian pinjam habis dipakai dengan bunga, perjanjian deposito.
Perjanjian untung-untungan
Perjanjian yang hasilnya mengenai untungruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu, misalnya perjanjian pertanggungan, bunga cagakhidup, perjudian dan pertaruhan.
* Perbedaan antara perikatan yang timbul karena perjanjian untunguntungan dengan perjanjian bersyarat:
Perjanjian untunguntungan
perikatan yang terjadi adalah murni dan tidak bersyarat, hanya kewajiban untuk melakukan prestasi tergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.
Perjanjian bersyarat (menangguhkan) timbulnya perikatan masih digantungkan pada dipenuhinya suatu syarat.
F. Perjanjian pokok dan perjanjian bantuan
Perjanjian pokok
Perjanjian pokok adalah perjanjian yang mempunyai alasan (mandiri) untuk adanya perjanjian tersebut.
Perjanjian bantuan
-Perjanjian bantuan adalah perjanjian yang alasan dilakukannya tergantung pada adanya perjanjian lain.
Perjanjian ini dapat berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan, memperkuat, mengatur, mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum, misalnya perjanjian pemberian hak tanggungan, gadai, fiducia, borgtocht, perjanjian pembayaran utang, perjanjian pembaharuan utang, perjanjian pengikatan jual beli.
Perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo) dan perjanjian optie
Perjanjian pendahuluan
- Perjanjian yang menimbulkan suatu kewajiban bagi para pihak untuk terjadinya suatu perjanjian baru; biasanya merupakan suatu perjanjian obligatoir yang mewajibkan atau dilanjutkan oleh para pihak untuk terjadinya suatu perjanjian kebendaan, misalnya perjanjian pengikatan jual beli yang dikemudian hari dilanjutkan dengan perjanjian jual beli
Perjanjian optie (menurut pendapat sebagian besar ahli hukum Nederland) bukan suatu perjanjian pendahuluan tetapi suatu penawaran yang tidak dapat dicabut kembali misalnya hak optie yang diberikan kepada penyewa untuk pada akhir perjanjian sewa menyewa membeli rumah yang disewanya dengan harga tertentu.
Catatan kaki
1. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, cet ke III, 2011.
2. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerd: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang2 bagi mereka yang membuatnya”.
Bersambung …
Dr. Herlien Budiono, S.H. lahirkan di Semarang, pada 1 Oktober 1942, Meraih Sarjana Hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung (1966).
Menyelesaikan Candidat Notaris pada Universitas Padjadjaran, Bandung (1970).
Mengikuti Summer Course On Private International Law (non degree), the Hague Academy of International Law, The Netherlands (1986) dan Pendidikan Reksadana Bagi Profesi Penunjang Untuk Notaris Pasar Modal (non degree) pada Lembaga Manajemen Keuangan Dan Akuntansi, Jakarta (1997).
Doktor dalam bidang Ilmu Hukum diraih pada Faculteit der Rechtsgeleerdheid Universiteit Leiden, Nederland (2001) dengan judul Het Evenwichtsbeginsel voor het Indonesisch Contractenrecht, contractenrecht op het Indonesisch beginselen geschoeid yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia (PT Citra Aditya Bakti, 2006).
Menjabat sebagai Notaris (1971- 2009) dan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (1973 – 2007) di Kota Bandung.
Sebagai tenaga pengajar pada:
- Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Bandung), dan Maranatha (Bandung) ;
- Magister Kenotariatan Universitas Padjadjaran (Bandung), Universitas Surabaya(Surabaya) dan Universitas 17 Agustus (Semarang).
-Telah menjabat beberapa jabatan di dalam organisasi profesi Ikatan Notaris Indonesia dan
Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, diantaranya sebagai Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Pusat, Anggota Majelis Pengawas Notaris Wilayah Jawa Barat; Wakil Ketua Majelis Kehormatan Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Sumber : advishukumnotaris.com