Sunday, 7 June 2015

Perjanjian Kawin (Prenuptial Agreement)


Pada dasarnya harta yang didapat selama perkawinan menjadi satu, menjadi harta bersama. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) disebutkan dalam Pasal 119 bahwa kekayaan masing-masing yang dibawanya kedalam perkawinan itu dicampur menjadi satu. Lebih lanjut lagi dalam ayat 2 nya bahwa persatuan (percampuran) harta itu sepanjang perkawinan tidak boleh ditiadakan dengan suatu persetujuan antara suami istri. 
Harta persatuan itu menjadi kekayaan bersama Apabila terjadi perceraian, maka harta kekayaan bersama itu harus dibagi dua sehingga masing-masing mendapat separuh.

Perjanjian Perkawinan : perjanjian yang dibuat oleh dua orang calon suami-isteri sebelum dilangsungkannya perkawinan mereka, untuk mengatur akibat-akibat perkawinan yang menyangkut harta kekayaan.
Pasal 29 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan : 

1.Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatan Perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
2.Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan, bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

3.Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.

4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. 

Isi Perjanjian Perkawinan : 

1.Perjanjian Perkawinan dengan kebersamaan untung rugi. 

2.Perjanjian Perkawinan dengan kebersamaan hasil dan pendapatan.

3.Perjanjian Perkawinan – peniadaan terhadap setiap kebersamaan harta kekayaan (pisah harta sama sekali).

Untuk memenuhi unsur publisitas Perjanjian Perkawinan wajib didaftarkan pada instansi yang telah ditentukan, pentingnya pendaftaran ini agar pihak ketiga menetahui dan tunduk pada Perjanjian Perkawinan tersebut, misalnya jika terjadi jual beli oleh suami atu isteri, jika ada Perjanjian Perkawinan, maka perjanjian tersebut akan mengikatnya dalam tindakkan hukum yang akan dilakukannya.
 Jika Perjanjian Perkawinan tidak didaftarkan, maka hanya akan mengikat dan berlaku para pihak (suami/isteri) yang membuatnya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 – 1314 dan 1340 KUHPerdata.

Pencatatan/pendaftaran Perjanjian Perkawinan untuk suami – isteri yang beragama Islam dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat atau di KUA perkawinan dicatatkan. Dan untuk suami-isteri yang tidak beragama Islam dilakukan di Kantor Catatn Sipil.

Perubahan Perjanjian Kawin. Pada dasarnya Perjanjian Kawin tidak dapat dirubah selama perkawinan berlangsung, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga, demikian bunyi Pasal 29 ayat (4) Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang tidak memberikan penjelasan bagaimana mekanisme pencabutan atau perubahan Perjanjian Kawin yang telah dibuat oleh suami isteri tersebut.

Dalam praktek ada juga Perjanjian Perkawinan dibuat setelah perkawinan berlangsung. Hal ini bisa saja dilakukan dengan ketentuan suami dan isteri tersebut terlebih dahulu mengajukan Permohonan Penetapan ke pengadilan negeri agar diizinkan membuat Perjanjian Perkawinan setelah mereka menikah. Berdasarkan Penetapan tersebut datang kepada Notaris untuk membuat Perjanjian Perkawinan yang akan berlaku sejak tanggal akta dibuat. Jika ini dibuat terlebih wajib diumumkan pada surat kabar/koran untuk menghindari sanggahan atau keberatan dari pihak ketiga.
Perkembangan ini dapat dilihat dari adanya pembuatan Perjanjian Kawin dilakukan setelah perkawinan dilangsungkan dengan dasar Penetapan Pengadilan Negeri.
Contoh :

a. Penetapan Nomor 239/Pdt.P/1998/PN.Jkt.Sel.

b. Penetapan Nomor 326/Pdt.P/2000/PN.Jkt.Bar.

c. Penetapan Nomor 207/Pdt/P/2005/ PN.Jkt.Tim.

d. Penetapan Nomor 459/Pdt/P/2007/PN.Jkt.Tim.
Sumber : Habib Adjie