HARTA BERSAMA (GONO-GINI) Diperoleh selama perkawinan berjalan
(terhitung sejak perkawinan dilangsungkan sampai perkawinan yang bersangkutan
berakhir karena cerai (hidup) atau salah satu dari suami-isteri tersebut
meninggal dunia.
Jika dilakukan penjualan, hibah, dijaminkan atau pengalihan
seperti tukar-menukar, pemasukan ke dalam perseroan atau tindakan hukum lainnya
yang bersifat mengalihkan hak, maka harus dilakukan secara bersama-sama oleh
suami-isteri yang bersangkutan atau memberikan kuasa dan persetujuan kepada
salah satu pihak secara tertulis (Notaril).
Baik datang ke hadapan Notaris/PPAT atau secara tertulis harus
dicantumkan kalimat memberikan Persetujuan dan Kuasa, kenapa ? Karena dalam
harta bersama ada bagian suami/isteri. Misalnya jika sertifikat tertulis nama
isteri, maka isteri memberikan Persetujuan kepada suami untuk menjual
bagian/hak suami dan isteri memberikan kuasa kepada suami untuk menjual bagian
isteri. Jika ini tidak dilakukan maka isteri dapat menggugat suami, dengan
alasan isteri hanya memberikan Persetujuan untuk menjual kepada suami
(bagian/hak suami saja), tapi tidak memberika kuasa untuk menjual kepada suami
untuk menjual bagian/hak isteri.
HARTA BAWAAN/ HARTA ASAL
Diperoleh oleh masing-masing suami-isteri :
1. sebelum perkawinan dilangsungkan;
2. berasal dari warisan/hibah selama perkawinan berlangsung.
3. karena perjanjian pisah harta sama sekali.
4. Jika dilakukan penjualan, hibah, dijaminkan atau pengalihan seperti
tukar-menukar, pemasukan ke dalam perseroan atau tindakan hukum lainnya yang
bersifat mengalihkan hak, dilakukan oleh pemiliknya sendiri.
5. Terhadap harta ini suami /isteri berhak untuk mengurus atau
menikmati harta bawaan isteri dan sebaliknya.
Menurut UU Nomor. 1/1974 (Pasal 35 – 37 UU), kelompok harta yang
mungkin terbentuk :
1. Harta Bersama (gono-gini);
2. Harta Pribadi :
i. Harta Bawaan suami;
ii. Harta Bawaan Isteri;
iii. Harta suami berasal dari
hibah atau warisan;
iv. Harta isteri berasal dari
hibah atau warisan.
Suami atau isteri bertanggungjawab atas segala hutang pribadinya
yang dibuat sebelum perkawinan atau yang dibuat setelah perkawinan dengan jaminan
harta pribadi/harta bawaannya. Suami dan isteri bertanggungjawab secara
bersama-sama atas segala hutang yang dibuat selama perkawinan jaminan dengan
harta bersama.
Jika terjadi perceraian, suami-isteri mempunyai yang bagian yang
sama besar atas harta bersama (Putusan MA nomor : 1448/K/Sip/1974, tanggal 11
November 1967). Jika terjadi perceraian dan diantara suami isteri belum
dilakukan pembagian atau pemisahan atas harta bersama tersebut, maka tindakan
hukum mantan suami atau isteri seperti menjual, menghibahkan, menjaminkan atau
pe-ngalihan seperti tukar-menukar, pemasukan ke dalam perseroan atau menyewakan
atau tindakan hukum lainnya yang bersifat mengalihkan hak wajib dilakukan
secara bersama-sama atau dengan kuasa atau persetujuan (Notaril).
Sifat Harta Persatuan :
a. Antara suami-isteri tidak
diperkenankan mengadakan perjanjian jual-beli (Pasal 147 KUHPerdata).
b. Suami-isteri tidak boleh
saling hibah-menghibahkan (Pasal 1678 KUHPerdata).
c. Antara suami-isteri tidak boleh saling tukar-menukar (Pasal 1546 jo
1467 KUHPerdata).
d. Antara suami-isteri tidak boleh mengadakan perjanjian perburuhan
(Pasal 1601 I KUHPerdata).
YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG
TINDAKKAN HUKUM TERHADAP HARTA BERSAMA :
Putusan MARI No. 2691 K/PDT/1996 tanggal 18 September 1998
(jual-beli tanah harta bersama) : perjanjian lisan baru merupakan perjanjian
permulaan yang akan ditindaklanjuti dan belum dibuat di depan notaris maka
belum mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya dan karena
itu tidak mempunyai akibat hukum. perjanjian lisan menjual tanah harta bersama
yang dilakukan suami dan belum disetujui istri maka perjanjian tersebut tidak
sah menurut hukum.
Putusan MARI No. 701 K/PDT/1997 tanggal 24 Maret 1999 (jual -
beli tanah harta bersama) : jual-beli tanah yang merupakan harta bersama harus disetujui
pihak istri atau suami. Harta bersama berupa tanah yang dijual suami tanpa persetujuan istri adalah tidak sah dan batal demi hukum. Sertifikat
tanah yang dibuat atas dasar jual-beli yang tidak sah tidak mempunyai kekua tan
hukum.
Putusan MARI No. 1851 K/PDT/1996 tanggal 23 Pebruari 1998 (menjaminkan
harta bersama) : menyatakan bahwa BPD Sumatera Utara telah lalai menerapkan
prinsip kehati-hatian yang mengharuskan manajemen meneliti status tanah agunan.
Pihak penggugat adalah isteri tergugat yang tidak turut menandatangani surat
agunan tersebut. Pembebanan tanah harta bersama tersebut harus dinyatakan tidak
berkekuatan hukum dengan dasar pertimbangan adil dan patut. dalam perkara ini
bank pembangunan daerah sumatera utara mengajukan permohonan eksekusi karena
telah adanya penjaminan utang yang dibuat dalam grosse akta. pengajuan eksekusi
ini ternyata menimbulkan akibat hukum lain, dalam hal ini penggugat merasa
dirugikan dengan permohonan eksekusi tersebut. penggugat merasa dirugikan
karena objek yang dimohonkan eksekusi adalah harta bersama.
Putusan MARI No. 209 K/PDT/2000 tanggal 26 Februari 2002
(menjaminkan harta bersama) : putusan batal demi hukum atas perjanjian kredit
tersebut disebabkan tidak terpenuhinya suatu sebab yang halal sebagaimana
diatur dalam pasal 1320 bw. objek yang diperjanjikan adalah harta bersama
sehingga apabila hendak dijaminkan/dialihkan kepada pihak lain oleh suami harus
mendapatkan persetujuan dari istri sebagai pihak yang berhak.
Putusan MARI No. 82 K/PDT/2004 tanggal 22 Mei 2007 (jual beli
tanah warisan) : perjanjian jual-beli tanah warisan batal demi hukum karena
boedel waris belum terbagi, masih terdapat harta bersama orang tua yang mana
masih hidup salah satu orang tua, dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai
alas hak yang sah untuk melakukan perbuatan hukum melakukan perjanjian
jual-beli, dilakukan tanpa izin dan persetujuan orang tua dan saudara kandung,
belum ada pembagian dan pengalihan hak dan penyerahan hak secara sah dengan
pembagian warisan, jual-beli tanah warisan juga melampaui hak.
Putusan MARI No. 3005 K/PDT/1998 tanggal 14 Januari 2008 (utang piutang
dengan jaminan tanah) : tanah hak milik yang merupakan harta bersama, tidak dapat
dijadikan jaminan atas perjanjian utang piutang tanpa persetujuan salah satu
pihak, baik itu pihak istri maupun suami, sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat
(1) uu no. 1 tahun 1974. dengan demikian, perjanjian yang melanggar ketentuan
tersebut dapat dibatalkan demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif
perjanjian (sebab yang halal).
PROBLEMATIKA
Dalam praktek Notaris dan PPAT : ada suami-isteri yang terikat
perkawinan tapi tidak mempunyai bukti tertulis, dan mempunyai harta benda
perkawinan (benda tidak bergerak), jika ingin dijual/ dijaminkan / dihibahkan,
bagaimana membuktikan secara formal bahwa mereka suami-isteri ?
TAWARAN SOLUSI:
i. mengajukan permohonan itsbath (dari pengadilan agama untuk yang
beragama Islam) atau penetapan (dari pengadilan negeri), atau :
ii. meminta keterangan dari kelurahan/kecamatan sebagaimana data dalam
kartu keluarga atau data di kelurahan/kecamatan telah menikah/ suami isteri,
atau :
iii. menuliskan status perkawinan mereka dalam komparisi, dengan kalimat
sbb: menurut keterangan penghadap telah menikah berdasarkan ketentuan pasal 2
ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan tidak
dicatatkan berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (2) undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan.
KESIMPULAN :
1. tindak hukum terhadap harta milik bersama terikat (gebonden
mede-eigendom) : dijual/dijaminkan wajib memperoleh persetujuan (tertulis) dari
• suami/isteri jika harta bersama perkawinan.
• para ahli waris lainnya jika berasal dari harta
warisan.
2. jika hal tersebut tidak dilakukan, maka :
•tindakkan/perjanjian
tersebut tidak sah/batal demi hukum/tidak berkekuatan hukum.
•terhadap
notaris/PPAT yang membuat aktanya dapat dituntut ganti kerugian oleh para pihak
yang merasa dirugikan atas hal tersebut dengan alasan ketidakcermatan dalam
menerapkan ketentuan hukum yang ada.