Thursday, 5 February 2015

Catatan Visioner Herlien Budiono tentang Hukum Perjanjian dalam Bidang Kenotariatan (Bagian Kedua)


Apabila pabrik garment (A) membuat perjanjian dengan perancangnya (B) bahwa bahan-bahan garment memakai buatan pabrik tertentu (C), maka disini bukan merupakan perjanjian guna kepentingan pihak ketiga. A bebas menentukan pilihan menggunakan bahan garment sedangkan C tidak dapat menuntut agar A/B tetap menggunakan bahan dari pabriknya. Lain halnya, apabila seseorang (D) bermaksud memesan sebuah lukisan pada E untuk diberikan sebagai hadiah kepada F yang telah menyatakan persetujuannya. Dalam hal ini F berhak menuntut penyerahan lukisan tersebut dari E.

Tulisan Dr. Herlien Budiono ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya, dan merupakan bagian kedua dari tiga tulisan. Herlien menyusun tulisan ini dan dipresentasikan di forum yang diselenggarakan Ikatan Alumni Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 6 Desember 2014. Herlien meraih gelar Doktor (Ph. D)  dalam bidang Ilmu Hukum diraih pada Faculteit der Rechtsgeleerdheid Universiteit  Leiden, Nederland





VI.     BAGIAN PERJANJIAN

Undang-undang menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar tujuan dari perjanjian tercapai. Perjanjian dapat dievaluasi berdasarkan kriterium syarat sahnya perjanjian. Pada galibnya perjanjian terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:

A. Bagian Essentialia 
Bagian pada perjanjian yang harus ada karena merupakan unsur dari perjanjian (tertentu) yaitu pihak-pihaknya, kata sepakat, obyek perjanjian, kausanya termasuk harga pada jual beli, harga sewa pada perjanjian sewa menyewa, penyerahan benda pada perjanjian riil. Oleh karena itu, bagian essentialia tidak ditempatkan di bagian pasal-pasal tetapi di bagian pokok sebelum pasal-pasal;

B. Bagian Naturalia 
Bagian pada perjanjian yang karena sifat perjanjian tertentu seperti pada perjanjian bernama ketentuan tertentu dianggap ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak, karena telah diatur di dalam undang-undang, misalnya biaya penyerahan ditanggung penjual (Pasal 1476 KUHPerd), penjaminan oleh penjual terhadap cacat (vrijwaren- Pasal 1491 KUHPerd), jual beli tidak memutuskan sewa-menyewa (Pasal 1576 ayat (1) KUHPerd). Artinya, walaupun hal yang dicontohkan tidak dimuat di dalam akta, undang-undang sudah mengaturnya;

C. Bagian Accidentalia 
- Bagian pada perjanjian berupa ketentuan yang diperjanjikan secara khusus oleh para pihak, misalnya penyerahan barang pada tempat tertentu, domisili, pilihan hukum.



VII.    SYARAT UNTUK SAHNYA SUATU PERJANJIAN (Pasal 1320 KUHPerd) 

Jika kita berhadapan dengan perjanjian, harus dipastikan bahwa perbuatan hukum tersebut sekurangnya telah memenuhi  keempat unsur perjanjian (Bab II). Adapun unsur ke-5 tergantung apakah perbuatan hukum tersebut digolongkan pada perjanjian formil. Setelah dipastikan bahwa perbuatan hukum adalah perjanjian, langkah selanjutnya adalah memeriksa keabsahan dari perjanjian tersebut yang menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerd harus memenuhi:
-Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
-Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 
-Suatu hal yang tertentu;
-Suatu sebab yang halal.



A. Sepakat 

Persesuaian dari pernyataan kehendak para pihak 



                                    Penawaran ----------->    < --------------  Penerimaan
                                                                     Sepakat
                             kehendak+pernyataan                           kehendak+pernyataan



Undang-undang tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan “sepakat”, justru Pasal 1321 KUHPerd menyebutkan hal-hal dimana sepakat tidak terbentuk, yakni “apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.
Unsur kesepakatan : Penawaran dan Penerimaan
Ketidak sesuaian antara kehendak - pernyataan

1) Pernyataan yang tidak dikehendaki
-Vis absoluta, paksaan fisik atau psikis; 
-Gangguan kejiwaan (akibat hukum diatur jika ditaruh dibawah curatele – Pasal 433 KUHPerd) ;
-Terlepas bicara atau salah menulis, misalnya salah bicara atau salah   tulis
-Keliru dalam penyampaiannya (melalui perantara, dengan telegram atau pos) 
-Menandatangani surat/akta yang tidak dibaca/dimengerti, misalnya perjanjian baku (standaardcontract). Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 16 ayat (7) UUJN yang mengatur mengenai akta notaris yang atas kehendak penghadap agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris.  

2) Pernyataan kehendak, tetapi tidak dalam arti yang dimaksudkan pihak lawan 
-Pernyataan yang kurang jelas atau disalahartikan. Salah mengerti dapat diselesaikan dengan mengacu pada  penafsiran perjanjian (Pasal 1342-1351 KUHPerd);
-Pernyataan diterima oleh orang yang berbeda dari yang dituju.

3) Pernyataan kehendak, tetapi tidak menginginkan akibat hukumnya
-Maksud yang ditahan (Reservatio Mentalis). Ada pernyataan namun sebenarnya tidak menginginkan akibatnya dan hanya disimpan dalam hatinya sendiri;
-Senda Gurau yang tidak diketahui/disadari pihak lawan
-Perbuatan purapura (simulasi). Penyimpangan terhadap kesepakatan yang tercapai dan secara sadar melakukan tindakan hukum yang menyimpang dari apa yang seharusnya terjadi. 

Ada pertentangan antara kehendak dan pernyataan yang tidak serta merta diketahui oleh pihak luar/ketiga:
a) simulasi absolut - para pihak tidak menginginkan akibat hukumnya;
Keadaan dimana seseorang (A) yang berada diambang kepailitan, menjual harta bendanya kepada orang-orang kepercayaannya (B) dan membuat perjanjian simulasi diantara mereka, bahwa walaupun harta benda tersebut secara yuridis telah menjadi milik dari B tetapi sebenarnya harta benda tersebut tetap milik dari A.

b) simulasi relatif - menginginkan akibat hukum tetapi menggunakan bentuk hukum   lain, misalnya bermaksud untuk menghibahkan tetapi menggunakan lembaga jual beli.
Akibat simulasi terhadap pihak ketiga   hanya memberikan bukti diantara pihak yang turut serta dan para ahliwarisnya atau orang yang mendapat hak daripada mereka, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang pihak ketiga (Pasal 1873 KUHPerd)

Simulasi berbeda dengan penyelundupan hukum yang menggunakan seorang perantara untuk memperoleh haknya.  Misalnya ketetapan wasiat untuk keuntungan orang yang tidak cakap untuk mewaris (karena mencoba membunuh pewaris) tetapi menghibahwasiatkan melalui “perantara” yakni bapak/ibu/anak/suami/istri dari orang yang tidak cakap mewaris, adalah batal (Pasal 911 KUHPerd). Demikian pula peristiwa hukum yang diatur di dalam Pasal-pasal 1468, 1469 KUHPerd.

Penyelundupan hukum dapat pula terjadi dalam hal pemilikan tanah hak milik oleh pengembang real estate berbadan hukum dikemas dalam bentuk kerja sama antara real estate dengan pemilik tanah hak milik yang mengandung dan memuat ciri-ciri pengikatan jual beli dan diberikan surat kuasa kepada real estate tersebut untuk menjual bidang-bidang tanah hak milik kepada para konsumen. Sebagaimana diketahui real estate berbadan hukum tidak memenuhi syarat untuk dapat mempunyai hak milik atas tanah (Pasal 1 Peraturan Pemerintah No 38/1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah). Penyelundupan hukum disini berkaitan pula dengan pelanggaran atas undang-undang yang bersifat memaksa.



Di dalam praktik ada kalanya ditemukan perjanjian pura-pura (simulasi) yang dikenal pula dengan nama perjanjian nominee terutama dalam hal pemilikan tanah hak oleh warganegara  asing yang dilarang undang-undang untuk memiliki hak milik atas tanah (Pasal 21 UUPA) atau hak guna bangunan (Pasal 36 ayat (1) UUPA). Pada perjanjian tersebut diperjanjikan bahwa tanah hak menggunakan nama dari warganegara Indonesia tetapi keuangan adalah dari pihak warganegara asing dan adanya pernyataan dari pihak warganegara Indonesia bahwa sebenarnya tanah hak tersebut  adalah milik warganegara asing dan dikuti dengan pemberian kuasa kepada warganegara asing tersebut1. Perjanjian beserta kuasa semacam ini bertentangan dengan undang-undang dan berakibat batal demi hukum.  Perjanjian nominee selain merupakan perjanjian pura-pura juga mengandung kausa yang terlarang (Pasal 1335 KUHPerd).



Cara menyatakan kehendak oleh masing-masing pihak 

Kata sepakat tercapai melalui atau terjadi dengan pernyataan kehendak dari pihak-pihak yang bertindak. Pernyataan kehendak berupa penawaran dan oleh pihak lainnya dilakukan penerimaan. 
Pernyataan kehendak dapat dilakukan :
-Secara tegas: tertulis, lisan, dengan tanda;
-Secara diam-diam.

Saat tercapainya kata sepakat 
Kata sepakat dianggap tercapai pada saat pihak yang menawarkan mengetahui bahwa pihak lainnya telah menerima penawarannya - teori penerimaan. Penting diketahui berkaitan dengan ajaran risiko dan kemungkinan diberlakukannya undang-undang baru.
Tempat terbentuknya perjanjian  

Perjanjian dianggap terbentuk pada tempat pada tempat dimana orang yang menawarkan telah menerima jawaban atas penawaran yang telah dilakukan (yurisprudensi). Penting untuk menentukan hukum mana yang berlaku terhadap perjanjian yang telah terbentuk terutama apabila terkait dua sistem hukum yang berbeda seperti sistem common law dan sistem civil law.

Pasal 1346 KUHPerd: 
“Apa yang meragu-ragukan ditafsirkan menurut apa yang menjadi menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat, dimana persetujuan telah dibuat” – locus regit actu. 
Terbuka kemungkinan untuk melakukan pilihan hukum (choice of law, rechtskeuze) oleh para pihak. Pada umumnya diterima bahwa pilihan hukum hanya boleh dilakukan sepanjang tidak melanggar apa yang dinamakan “ketertiban umum” (ordeningsvoorschriften) yakni ketentuan yang bersifat asasi dan merupakan sendi-sendi dalam masyarakat yang diadakan pemerintah untuk mengatur hukum perdata dengan ciri-ciri hukum publik 2. 

Hingga kini, Indonesia tidak banyak meratifikasi konvensi-konvensi internasional yang berakibat bahwa masih sulit dan belum biasa atau asing bagi peradilan di Indonesia untuk menerapkan prinsip-prinsip Hukum Perdata Internasional (HPI) yang sudah umum diakui secara internasional  untuk persoalan-persoalan HPI3. Tidak ada baik kompilasi maupun kodifikasi pada HPI Indonesia yang dapat dipakai sebagai acuan di dalam menyelesaikan persoalan-persoalan HPI4, demikian pula tidak ada baik asas atau kaidah hukum yang merupakan aturan HPI. Sisa dari peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang dapat dikatakan mempunyai fungsi sebagai kaidah penunjuk untuk menyelesaikan masalah yang mengandung unsur asing dikenal sebagai Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18 Algemene Bepalingen van Wetgeving  in Indonesië (AB), Stbl 1847 no 235. Beberapa aturan HPI dapat ditemukan di peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Perkawinan, misalnya absahnya perkawinan campuran (Pasal 56 ayat (1) UUPerk), Kedudukan anak dengan kewarganegaraan ganda (Pasal 6 ayat (1) Undang2 No 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UUWNI), membentuk badan hukum berdasar hukum Indonesia (Pasal 3 ayat (1) Undang2 No.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing), tetapi aturan-aturan tersebut tidak memadai sehingga tidak atau kurang dapat menjaga konsistensi diantara aturan-aturan tersebut6. 



Cacat pada kehendak Pasal 1322- 1328 KUHPerd:

Suatu cacat pada kehendak terjadi bilamana seseorang telah melakukan suatu perbuatan hukum, padahal kehendaknya terbentuk secara tidak sempurna. KUHPerd mengatur akibat dari kesesatan/kekeliruan (dwaling), paksaan/kekerasaan (dwang/bedreiging), dan penipuan (bedrog) dalam ketentuan Pasal-pasal 1322-1328 KUHPerd, sedangkan ihwal penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) tidak ditemukan pengaturannya di dalam KUHPerd.
-Paksaan (ancaman);
-Penipuan;
-Penyalah gunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)- adanya faktor yang menganggu terbentuknya kehendak bebas, misalnya keadaan darurat, ketergantungan, gegabah, kurang pengalaman;
-Kesesatan (keliru) - ada pernyataan kehendak, tetapi kalau tidak tersesat (keliru) tidak akan terjadi perjanjian.

a) kesesatan dalam motif
b) kesesatan yang sebenarnya (eigelijke dwaling) - pernyataan kehendak satu sama lain terbentuk secara cacat  
c) kesesatan semu (oneigenlijke dwaling)  - sebenarnya kata sepakat tidak tercapai
Kesesatan pada sifat hakikat benda
Kesesatan pada diri subyeknya (Pasal 1322 KUHPerd)              

Undang-undang mengatur secara khusus berkaitan dengan cacat kehendak: 
-Pasal 890, 891 KUHPerd wasiat
-Pasal 282 KUHPerd pengakuan anak
-Pasal 1053 KUHPerd penerimaan warisan
-Pasal 1791KUHPerd perjudian, pertaruhan 
-Pasal 1859 KUHPerd perdamaian



B. Kecakapan

Masalah mengenai kecakapan erat hubungannya dengan pembuatan komparisi, karena berkaitan dengan lembaga perwakilan. 
Dewasa – berkaitan dengan umur :
-Pasal 330 ayat (1) dan (2) KUHPerd menentukan mereka yang belum dewasa adalah yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah menikah; apabila perkawinan dibubarkan sebelum genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa – dengan penafsiran a contrario dikatakan bahwa dewasa adalah mereka yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun; telah menikah, atau mereka yang belum 21 (dua puluh satu) tahun tetapi telah menikah.
-Stb.1931 No. 54 (Vaststelling van de beteekenis van de in wettelijke voorschriften gebezigde term “minderjarig” ten aanzien van de inheemsche bevolking) untuk golongan Pribumi: (1) Dalam hal undang-undang menggunakan istilah minderjarigen ( belum dewasa), maka berarti: mereka yang belum  genap berusia 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak telah menikah sebelumnya. (2) Apabila perkawinan mereka telah putus sebelum mereka berusia 21 (dua puluh satu) tahun, mereka tetap dewasa; (3) perkawinan anak-anak (kinderhuwelijken) tidak termasuk dalam istilah perkawinan.
-Pasal 47 dan Pasal 50 UUPerk: anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tua atau berada di bawah kekuasaan wali yang dengan penafsiran a contrario berarti bahwa dewasa adalah mereka yang telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau telah melangsungkan perkawinan. 
-Pasal 39 ayat (1) UUJN: penghadap pada akta notaris berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum;
Kecakapan secara umum – sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang, setiap orang dianggap cakap melakukan tindakan hukum  (Pasal 1329 KUHPerd) 
-UU No. 1 / 1974: Pasal 47 dan Pasal 50 UUPerk: mereka yang telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau telah melangsungkan perkawinan; 
MA 1310-1976 No. 477 K/Sip/1976: "Dengan berlakunya Undangundang No. 1/1974 (Undangundang tentang  Perkawinan), maka berdasarkan Pasal 50 Undangundang tersebut, batas seseorang berada di bawah kekuasaan perwalian adalah 18 (delapan belas) tahun, bukan 21 (dua puluh satu) tahun 7;  
-Pasal 330 KUHPerd dan Stb.1931 54;
-Bepaling voor geheel Indonesie betreffende het Burgerlijk en Handelsrecht der Vreemde Oosterlingen andere dan Chinezen, Stb.1924 556, Pasal 1 A sub c : berisi ketentuan sama dengan Pasal 330 ayat (1) dan (2) KUHPerd.
Kecakapan secara khusus:
Pasal 897 KUHPerd – untuk membuat surat wasiat 18 (delapan belas) tahun;  
Pasal 1912 KUHPerd – untuk menjadi saksi 15 (lima belas)  tahun
Pasal 7 UUPerk - untuk menikah 19 (sembilan belas) tahun (pria), 16 (enam belas) tahun (wamita).
Pasal 39 ayat (1) UUJN: penghadap pada akta notaris berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum;
Pasal 39 ayat (2) UUJN – untuk menjadi saksi pengenal pada akta notaris 18 (delapan belas) tahun;
Pasal 40 ayat (2) UUJN – untuk menjadi saksi instrumenter pada akta notaris 18 (delapan belas) tahun;
Pasal 9 huruf a UU no.12/2006 – untuk permohonan pewarganegaraan 18 (delapan belas) tahun.



Tidak cakap Tidak berwenang:

Tidak cakap: mereka yang tidak diperbolehkan melakukan tindakan hukum pada umumnya (onbekwaam). Kecakapan (bekwaamheid) adalah ketentuan umum, sedangkan ketidak cakapan merupakan pengecualian darinya.

Pemangku atau pengemban hak dan kewajiban adalah subyek hukum dan sebab itu juga memiliki kewenangan (rechtsbevoegd).

Tidak berwenang: mereka yang oleh undang-undang tidak diperbolehkan melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya Pasal 1467 (jual beli antara suamiisteri), Pasal 1678 KUHPerd (penghibahan antara suamiisteri), Pasal 1470 KUHPerd (jual beli berdasarkan kuasa antara pemberi-penerima kuasa). 

Tujuan pembuat undang-undang terhadap ketidak cakapan adalah perlindungan dari pihak yang tidak cakap sedangkan ketidakwenangan terutama ditujukan terhadap orang yang dinyatakan tidak wenang dan tujuannya ialah memberikan perlindungan kepada pihak lainnya. Ketidakwenangan pihak pemberi gadai karena benda gadai yang diberikan sebagai jaminan gadai bukan miliknya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak penerima gadai yang beritikad baik. Ini berarti, bahwa gadai tetap sah, namun, tidak mengurangi hak orang yang kehilangan atau kecurian atas benda gadai tersebut untuk menuntutnya kembali (Pasal 1152 ayat (4) KUHPerd). Lain halnya jika gadai dilakukan oleh orang yang tidak cakap. Dalam hal ini gadai dapat dibatalkan8 . Perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak wenang, adalah batal demi hukum, sedangkan perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang tidak cakap, dapat dibatalkan.

Istri, sepanjang undang-undang menentukan seperti ini:
* Surat Edaran MA No.3/1963, tgl 591963 Pasal 108 dan  Pasal 110 KUHPerd tidak berlaku.
* UUPerk :
-Suami istri masing-masing berhak melakukan perbuatan hukum Pasal 31 ayat (2);
-Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (Pasal 35 ayat (1); 
-Harta bawaan, harta benda diperoleh sebagai hadiah atau warisan, dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain Pasal 35 ayat (2);
-Harta bersama dilakukan suamiistri bertindak atas perjanjian kedua belah pihak Pasal 36 ayat (1);
-Harta bawaan, masing-masing suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya Pasal 36 ayat (2).
Putusan MA 9 September 1987, Reg No. 1459 K/Pdt/1986 mengakui berlakunya ketentuan Pasal 35 ayat (2) UUPerk.
* Pasal 62 Stb. 1848 No 10 (Bepalingen omtrent de Invoering van-en den Overgang tot de nieuwe wetgeving) dengan penafsiran a contrario: 
Hak-hak terhadap harta kekayaan suami-istri (gol. Tionghoa) yang dilakukan sebelum berlakunya UUPerk, tetap berlaku KUHPerd, sedangkan terhadap perkawinan yang dilakukan setelah berlakunya UUPerk dengan sendirinya berlaku baik terhadap perkawinan maupun harta kekayaan suami-istri semua golongan penduduk berlaku ketentuan UUPerk.



C.  Suatu hal yang tertentu Pasal 1332-1334 KUHPerd 

Jika undang-undang berbicara tentang obyek dari perjanjian (het onderwerp der overeenkomst), kadang yang dimaksudkan ialah pokok perikatan (het voorwerp der verbintenis)  atau prestasi dan kadang juga diartikan sebagai pokok prestasi (het voorwerp der prestatie)
Suatu hal tertentu tidak lain adalah apa yang menjadi kewajiban dari debitor dan apa yang menjadi hak dari kreditor = keseluruhan hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian. 
Obyek perjanjian: 
Menurut doktrin, untuk sahnya perjanjian, maka obyek perjanjian haruslah:
-Dapat ditentukan;
-Dapat diperdagangankan (Pasal 1332 KUHPerd);
-Mungkin dilakukan; dan
-Dapat dinilaikan dengan uang.
Undang-undang hanya menentukan bahwa obyek perjanjian haruslah tertentu atau setidaknya dapat ditentukan. Untuk dua syarat yang terakhir sebenarnya merupakan masalah kausa yang diperbolehkan 9. 
Terhadap obyek yang dapat diperdagangkan tidak berarti bahwa barang untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi obyek perjanjian. Perjanjian kotamadya dengan pemborong untuk memperbaiki riool tidak digolongkan pada obyek perjanjian yang dapat diperdagangkan.
Barang yang baru akan ada Pasal 1334 ayat (1) KUHPerd 
Barang yang baru akan ada mengacu pada pengertian bahwa barang tersebut belum ada. Doktrin mengakui tidak saja terhadap benda bergerak yang berwujud tetapi juga terhadap benda yang tidak berwujud (hak tagih) yang akan ada dapat menjadi pokok perjanjian asalkan benda tersebut dapat ditentukan kemudian dan dengan syarat-syarat tertentu. 
Pasal 9 ayat (1) UUFid memungkinkan penjaminan atas kebendaan yang akan ada sebagai obyek jaminan fidusia.
Barang yang baru akan ada dapat dibagi menjadi:
-Bersifat obyektif pesan lemari;
-Bersifat subyektif barang sudah ada tetapi belum menjadi miliknya Pasal 1471 KUHPerd (jual beli barang orang lain adalah batal).
Warisan merupakan barang yang akan ada. Khusus berkaitan dengan warisan dikenal adanya larangan memperjanjikan warisan yang belum terbuka Pasal 1334 ayat (2) KUHPerd.
Adapun muatan isi perjanjian yang dilarang oleh Pasal 1334 ayat (2) KUHPerd adalah:
-Mengenai warisan, sekalipun dengan persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan;
-Melepaskan/menolak warisan yang belum jatuh terbuka; 
-Perjanjian tentang bagian warisan yang akan diwarisi salah satu pihak.
Di dalam praktik ada kemungkinan suatu peristiwa, bahwa seorang anak semasa hidup orang tuanya telah menerima bantuan keuangan yang relatif cukup besar jumlahnya dari orang tuanya. Dengan alasan agar “adil” terhadap anak-anak yang lain yang belum menerima apa-apa dibuatkan suatu perjanjian antara orang tua dengan anak tersebut yang singkatnya menyatakan bahwa anak tersebut tidak akan menuntut bagian hak warisnya dan akan menolak warisan/melepaskan hak tuntut terhadap harta peninggalan orang tuanya tersebut. Perjanjian ini batal demi hukum karena bertentangan tidak saja dengan ketentuan Pasal 1334 ayat (2) KUHPerd tetapi bertentangan dengan kesusilaan.



D.  Suatu sebab yang halal – Pasal 1335 KUHPerd.

Asal mula ajaran kausa dianggap sebagai pembatasan atas kebebasan berkontrak yang berlebihan. Kausa (apa yang hendak dicapai para pihak) tidak sama dengan motif (apa yang mendorong seseorang untuk berbuat).
Pasal 1337 KUHPerd: 
“Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
* Perjanjian dengan kausa yang dilarang jika bertentangan dengan norma-norma dari hukum yang tertulis dan tidak tertulis, kesusilaan baik atau ketertiban umum;
* Perjanjian tanpa kausa: tanpa tujuan bersama yang hendak dicapai misalnya perjanjian mengatur angsuran pembayaran utang yang ternyata tidak ada utangnya;
* Kausa yang palsu misalnya jual beli yang sebetulnya utang piutang.
Kausa yang halal dan muatan isi kontrak
Kausa atau sebab yang halal dikaitkan dengan muatan isi kontrak tidak dapat dikatakan adanya pembatasan kebebasan berkontrak karena dalam situasi konkrit muatan isi kontrak dapat bertentangan dengan kepentingan yang lebih tinggi. 

Sejumlah hal dapat dicermati terhadap adanya ketentuan yang bersifat memaksa apabila:
a.melanggar undang-undang;
b.melanggar kesusilaan baik; dan
c.bertentangan dengan ketertiban umum

1)  Perjanjian yang melanggar undang-undang,
Meliputi tiga aspek perbuatan hukum:
-Dilakukannya perbuatan hukum -  Pembuatan perjanjiannya; 
Menutup perjanjiannya merupakan tindakan yang dilarang undang-undang, misalnya   perjanjian penyelundupan barang;
-Substansi dari perbuatan hukum - Prestasi yang wajib dipenuhi para pihak; 
Prestasi tidak dilarang, tetapi melaksanakan prestasinya yang dilarang, misalnya jual beli rotan tetapi untuk mengirimkan ke luar negeri dilarang;
-Maksud tujuan dari perbuatan hukum – Motivasi pada satu atau kedua belah pihak yang tampak dari luar, misalnya meminjam uang untuk membuat narkoba.
Kini patut diperhatikan maksud tujuan serta motif perbuatan hukum berkaitan dengan pencucian uang (money laundering).
Ada kemungkinan orang asing untuk membeli dan memiliki rumah dengan status hak atas tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (PP 41/1996). Cara memperoleh hak atas tanah tempat rumah tinggal atau hunian tersebut diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 110-2871 tanggal 8 Oktober 1966 (SE PMNA 110-2871) sebagai berikut: 
1)orang asing membeli Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak Pakai atas Hak Milik dari pemegang Hak Pakai yang bersangkutan beserta rumah yang ada diatasnya atau membeli Hak Pakai atas tanah Negara atau tanah Hak Pakai dan membangun sendiri rumah diatasnya;
2)orang  asing memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik atau Hak Sewa untuk bangunan atau persetujuan penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang Hak Milik;
3)orang asing dapat membeli rumah berbentuk satuan rumah susuan yang dibangun di atas Hak Pakai atas Tanah Negara.
Khusus ketentuan sub 2), mengenai Hak Sewa untuk bangunan atau persetujuan penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang Hak Milik dapat dilakukan dengan perjanjian sewa menyewa antara orang asing dengan pemilik tanah pemegang Hak Milik. Di dalam ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 2 ayat (1b) PP 41/1996 menyebutkan bahwa jangka waktu sewa menyewa adalah untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun yang dapat diperbaharui untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari 25 (dua puluh lima) tahun lamanya. 
Oleh karena itu perjanjian sewa menyewa antara orang asing dengan pemilik tanah pemegang Hak Milik yang  dilakukan untuk jangka waktu lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun berakibat batal demi hukum karena perjanjian melanggar undang-undang. 

2) Kausa yang bertentangan dengan kesusilaan; 
-Isi perjanjian diperbolehkan tetapi perjanjian mengandung sifat yang dilarang karena intinya secara obyektif dilarang, misalnya memberi uang kepada seseorang untuk pindah agama;
-Perjanjian yang tidak seimbang dapat dianggap bertentangan dengan kesusilaan apabila terjadi karena penyalah gunaan keadaan saat/fase terjadinya perjanjian yang bermasalah
-Perjanjian baku tidak digolongkan pada perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan.
- Pikiran seseorang dapat mengandung hal yang bertentangan dengan kesusilaan, tetapi bagi hukum hal tersebut baru berarti apabila dinyatakan.
- Maksud yang dilarang dapat mengkibatkan suatu perjanjian mempunyai sifat bertentangan dengan kesusilaan, dimana motif/maksud tersebut diketahui oleh pihak lawannya pada saat menutup perjanjian tersebut, misalnya janji suami untuk memberikan sejumlah uang kepada isterinya agar mau bercerai akan bertentangan dengan kesusilaan, akan tetapi perjanjian antara suami istri mengenai pembagian harta benda perkawinan apabila nantinya telah bercerai tidak melanggar kesusilaan.

3)   Kausa yang bertengangan dengan ketertiban umum:
Perbuatan hukum dianggap “bertentangan dengan ketertiban umum” apabila perbuatan tersebut melanggar atau bertentangan dengan asas pokok (fundamental) dari tatanan masyarakat. Kerap kali suatu perbuatan hukum yang dinyatakan bertentangan dengan ketertiban umum akan sekaligus bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. 
Perjanjian yang bertentangan dengan ketertiban umum hampir selalu bertentangan dengan hukum positif tanpa secara khusus pula menyebutkan telah bertentangan dengan kesusilaan;

Tolok ukur kesusilaan baik terletak pada titik tolak penilaian dan lebih ditekankan pada hubungan intern perorangan; ukuran ketertiban umum titik tolakmya  terutama ialah elemen kekuasaan. Perjanjian untuk menyuap pemain sepak bola dianggap bertentangan dengan kesusilaan baik, perjanjian untuk menyediakan makanan dan tempat tinggal bagi teroris dianggap bertentangan dengan ketertiban umum.



VIII.    DAYA KERJA SUATU PERJANJIAN

A. Akibat hukumnya bagi para pihak

Pasal 1315 KUHPerd: 
“Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri”.
Orang tidak  dapat meletakkan kewajiban pada orang lain tanpa sepakatnya. Penerima kuasa, orang yang mewakili pengurusan sukarela (Pasal 1354 KUHPerd- zaakwaarneming), ayah yang menjalankan kekuasaan orang tua untuk anak dibawah umur, merupakan lembaga perwakilan yang secara sah mewakili mereka yang diwakili dan bukan merupakan kekecualian terhadap ketentuan Pasal 1315 KUHPerd.
Pasal 1318 KUHPerd menyebut adanya ahliwaris dan orang yang memperoleh hak daripadanya, sehingga perlu diketahui siapa saja yang dimaksud dengan pihak, ahliwaris dan orang yang memperoleh hak daripadanya.
* Pihak : mereka yang menutup perjanjian, baik langsung oleh mereka sendiri maupun melalui seorang wakil;
* Pihak ketiga : bukan pihak dalam suatu perjanjian; bukan penerima hak karena alas hukum (titel) umum maupun alas hukum (titel) khusus.
* Para ahliwaris tidak dapat dianggap sebagai pihak ketiga karena mereka (demi hukum) adalah yang meneruskan hak/kewajiban pewaris.
* Orang yang memperoleh hak daripadanya – perolehan hak karena:  
Titel umum : warisan (para ahliwaris demi hukum meneruskan hak pewaris - Pasal 833 ayat (1), Pasal 955 KUHPerd); percampuran harta benda perkawinan (Pasal 35 ayat (1) UUPerk). Akibat dari perolehan hak berdasarkan titel umum adalah terjadinya pemilikan bersama yang terikat (gebonden medeëigendom);
Titel khusus : mereka yang memperoleh hak berdasarkan perjanjian, misalnya jual beli, hibah, tukar menukar, pemisahan dan pembagian hak (atas pemilikan bersama yang bebas). Pemilikan bersama karena titel khusus merupakan pemilikan bersama yang bebas (vrije medeëigendom)10.
Hak kebendaan Hak perorangan
Pasal 1318 KUHPerd: 
“Jika seorang minta diperjanjikannya sesuatu hal, maka dianggap bahwa itu adalah untuk ahliwaris-ahliwarisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat persetujuan bahwa  tidak sedemikianlah maksudnya”.
Maksud pembuat undang-undang adalah untuk menegaskan bahwa perjanjian akan mempunyai sumber yang sama dan akan tetap sama perikatannya seperti yang terdahulu sebelum beralih kepada ahliwaris dan orang yang memperoleh hak daripadanya. Apabila tidak demikian halnya, ketentuan ini akan bertentangan dengan ketertiban umum 



Hak kebendaan  - hak yang melekat pada kebendaan tersebut dan dapat dipertahankan dimanapun benda itu berada (droit de suite)11. 
Beralih karena titel umum maupun titel khusus.
Hak perorangan – hak yang hanya dapat dilaksanakan dan dipertahankan terhadap pihak tertentu, tidak dapat dilaksanakan terhadap pihak diluar para pihak dalam perjanjian.

Sifat dari hak kebendaan dan hak perorangan perlu diperhatikan dalam hal suatu benda akan digunakan sebagai jaminan, khususnya pada jaminan fidusia. Obyek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek (Pasal 1 butir 4 UUFid). Hak kebendaan yang bukan berupa tanah diatur di dalam Buku II KUHPerd (Tentang Kebendaan). Hak perorangan seperti hak sewa yang lahir dari suatu perjanjian diatur di dalam Buku III, KUHPerd (Tentang Perikatan) hanya dapat dituntutkan/dipertahankan hak sewanya oleh penyewa kepada pemilik bendanya. Beranjak dari perbedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan, maka hak sewa tidak dapat dijaminkan12. Demikian pula halnya dengan perjanjian pengikatan jual beli yang di dalam praktik ada yang digunakan sebagai jaminan. Berbeda dengan hak tagih yang merupakan hak kebendaan, diatur dalam Buku II KUHPerd, sehingga hak tagih (atas uang sewa) dapat dijaminkan/difidusiakan. 

Selain perbedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan:
* Semua hak dan kewajiban perorangan beralih kepada para ahliwarisnya baik berdasar titel umum dan khusus bukan karena Pasal 1318 KUHPerd tetapi karena atas dasar hukum waris, kecuali ada sifat khusus dari salah satu pihak, misalnya hubungan kerja antara buruh-majikan tidak berakhir dengan meninggalnya si majikan (Pasal 1603 k KUHPerd) tetapi ada kemungkinan hak perorangan berakhir karena sifatnya yakni hubungan kerja antara buruh-majikan berakhir dengan meninggalnya siburuh (Pasal 1603 k KUHPerd). 
* Kewajiban perorangan (persoonlijke verplichtingen) tidak beralih dalam pengoperan hak berdasar titel khusus, kecuali janji kwalitatif.
Apabila sebuah rumah telah diwarisi oleh tiga orang bersaudara (A, B, C) yang semasa hidupnya oleh pewaris telah diadakan perjanjian dengan penjual rumah tersebut dan diperjanjikan bahwa rumah tersebut tidak boleh digunakan sebagai bengkel. Rumah tersebut dipisahkan dan dibagikan kepada A oleh para ahliwaris. A akan tetap terikat pada beding tidak boleh mempergunakan rumah tersebut sebagai bengkel karena perolehannya berdasarkan titel umum yang mengakibatkan terjadinya peralihan semua hak dan kewajiban kepada penerus hak. Apabila pada suatu hari A menjual rumah tersebut kepada D, maka janji larangan untuk menggunakan rumah tersebut sebagai bengkel tidak mengikat D mengingat kewajiban perorangan tidak beralih dalam pengoperan hak berdasar titel khusus (jual beli). 
Ada kalanya hak dan kewajiban kontraktual beralih kepada mereka yang memperoleh hak daripadanya berdasarkan titel yang khusus seperti pada perjanjian sewa menyewa. Pasal 13 Peraturan Pemerintah No 4/1994 (PP 4/1994) jo. Pasal 1576 ayat (1) KUHPerd menyebutkan bahwa dengan dijualnya barang yang disewa tidaklah diputuskan terkecuali telah diperjanjikan pada waktu penyewakan barangnya. Ini berarti, bahwa pemilik baru dari barang tersebut terikat pada perjanjian sewa, padahal ia bukan pihak atau tidak ikut serta dalam perjanjian sewa menyewa.
Disamping pengecualian atau penyimpangan terhadap kekuatan mengikat yang berlaku hanya bagi para pihak yang membuat perjanjian, juga terbuka kemungkinan pihak tertentu berdasarkan titel khusus menuntut hak yang bersifat kualitatif . 
Beralihnya hak bersifat kualitatif telah diatur secara khusus di dalam Pasal 6:251 ayat (1) NBW yang berbunyi, 
“Bahwa apabila di dalam perjanjian terdapat hak yang sedemikian terikat pada benda milik kreditor yang hanya ia mempunyai kepentingan terhadap hak tersebut, sepanjang benda tersebut berada ditangannya, maka hak tersebut akan ikut beralih bersama bendanya karena titel khusus” .



B. Beding/Janji yang sifatnya kualitatif  

Beding kualitatif timbul dari perjanjian berkenaan dengan benda milik kreditor yang penguasaan atas bendanya demikian pentingnya sehingga hak/kewajiban karena beding kualitatif akan beralih berdasarkan titel khusus kepada pemilik benda berikutnya.
-Sifat khusus dari janji yang justru apabila tidak diperjanjikan maka tujuan dari perjanjian tersebut tidak akan tercapai;
-Tujuan dari para pihak adalah agar janji tersebut mengikuti benda (objek perjanjian);
Contoh kasus: pembeli sebuah rumah telah dinyatakan melakukan wanprestasi karena melihat pada sifat perjanjiannya (aard der overeenkomst) pemilik baru rumah tersebut telah melanggar suatu larangan berkonkurensi (concurentieverbod – HR 1 mei 1914 W. 9666 NJ 1914, p.707). Pembeli telah melanggar janji karena penjual yang menguasai rumah dan pemilik sebelumnya mempunyai kepentingan atas janji tersebut dan karenanya telah menjanjikan adanya concurentieverbod (larangan berkonkurensi) yang dianggap telah melekat pada benda yang dibelinya itu. Concurentieve beding yang dijanjikan diantara para pihak pada pembelian rumah itulah yang justru mempunyai sifat kualitatif pada perjanjian jual beli rumah ini. 
Beding yang sifatnya kualitatif diatasi dengan janji berantai (kettingbeding);



C. Beding berantai (kettingbeding)

Cara agar hak/kewajiban (khusus) yang timbul dari perjanjian (beding yang bersifat kualitatif) kepada pihak yang memperoleh hak berdasarkan titel khusus diatasi dengan menggunakan beding berantai.
Beding berantai adalah suatu instrument atau cara untuk mengalihkan suatu hak/kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian kepada pihak yang memperoleh hak berdasarkan titel khusus. Misalnya, penjual dan pembeli berjanji bahwa tidak saja pembelinya tidak akan mendirikan bangunan di atas tanah yang dibelinya, tetapi juga pembeli berikutnya dari tanah tersebut akan terikat pada beding tersebut. Pihak yang mengalihkan hak atas tanah tersebut berkewajiban untuk menjanjikan beding ini di dalam perjanjian yang dibuatnya dengan pembeli baru13.
Hak dan kewajiban berdasarkan beding berantai tidak secara otomatis beralih kepada orang yang memperoleh hak tetapi tiap kali harus diperjanjikan pada terjadinya peralihan hak. Mengapa beding berupa hak dan kewajiban (khusus) setiap kali terjadi peralihan hak harus diperjanjikan disebabkan karena beding ini bersifat hak perorangan bukan hak kebendaan. Akibatnya, apabila beding berantai lupa diperjanjikan, terjadilah wanprestasi yang hanya dapat dituntutkan kepada pihak yang lalai memperjanjikan beding tersebut.  



D. Hubungan antara Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerd



Pasal 1315 KUHPerd:   
“Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri “
Beberapa kekecualian : 
Pasal 1300  angka (4) jo. Pasal 1299 KUHPerd utang dari pewaris - diperjanjikan hanya seorang ahliwaris yang menanggung utang pewaris;
Pasal 1651 KUHPerd perseroan diteruskan oleh ahliwaris pesero yang meninggal; 
Pasal 13 PP 4/1994 jo. Pasal 1576 ayat (1) KUHPerd jual beli tidak memutuskan sewa - pembeli tidak ikut serta pada perjanjian sewa tetapi terikat pada perjanjian sewa.
Pasal 1340 ayat (2) KUHPerd: 
"Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.
Suatu perjanjian tidak dapat tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 “.



E. Perjanjian garansi – Pasal 1316 KUHPerd

Pada perjanjian garansi terlibat pihak ketiga atas kemauan sendiri yang berjanji untuk menanggung atau menjamin debitor untuk berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap kreditor atau menguatkan sesuatu, jika pihak yang digaransi/debitor menolak memenuhi perikatannya. Pasal 1316 KUHPerd bukan kekecualian terhadap Pasal 1315 KUHPerd dan berbeda pula dengan perjanjian penanggungan (borgtocht - Pasal 1820 KUHPerd): 
-Pihak ketiga (Garant) berjanji untuk berbuat sesuatu; 
-Garant menjanjikan kewajiban atas dirinya sendiri untuk kepentingan pihak yang digaransi;
-Jika debitor tidak memenuhi kewajibannya, maka Garant akan membayar ganti rugi.
Perbedaan perjanjian garansi dengan perjanjian penanggungan utang (borgtocht): 
-Perjanjian garansi adalah perjanjian pokok, bukan perjanjian accessoir;
-Garant membayar ganti rugi; borg membayar semua kewajiban debitur; 
-Garant tidak mempunyai hak subrogasi; borg mempunyai hak subrogasi.



F.  Janji Untuk Kepentingan Pihak Ketiga (Derdenbeding)14.

Pasal 1315 KUHPerd: Perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang hanya para pihak sajalah yang terikat pada terjanjian tersebut; 
Pasal 1317 KUHPerd: penetapan janji seseorang untuk memberikan suatu hak atau memberikan keuntungan kepada orang lain dan hak atau keuntungan itu baru mempunyai akibat hukum bagi penerima hak setelah ia menyatakan menerimanya.
Derdenbeding diperjanjikan karena si pemberi hak (stipulator) memberikan hak/keuntungan terhadap pihak ketiga (perjanjian asuransi jiwa) atau pemberi hak bermaksud untuk memberikan sesuatu sebagai hadiah atau memenuhi kewajibannya terhadap pihak ketiga sebagai akibat suatu perikatan lainnya (misalnya memenuhi kewajiban pada perikatan alam (natuurlijke verbintenis) 
* Stipulator (orang yang minta diperjanjian sesuatu hak);
* Promissor (orang yang menjanjikan sesuatu untuk pihak ketiga)
* Pihak ketiga yang mendapat hak dari stipulator terhadap promissor.

Syarat sahnya janji untuk pihak ketiga:
1. Stipulator untuk dirinya sendiri memperjanjikan dalam perjanjian dengan promissor suatu janji untuk pihak ketiga; 
2. Stipulator memberikan hibah/hadiah kepada promisor.
-Hak dari pihak ketiga berdasar pada perjanjian antara stipulator dan promisor serta pada akseptasi dari pihak ketiga yang menyatakan hendak menerimanya.
-Bukan penawaran dari promisor kepada pihak ketiga seperti pada pengurusan sukarela atau perwakilan. 
-Pihak ketiga tidak perlu telah ada pada waktu perjanjian dibuat.
-Stipulator berhak menarik kembali janjinya selama belum ada akseptasi.
-Apabila Promisor tidak memenuhi janji wanprestasi, karena prestasi terhadap pihak ketiga adalah bagian dari  prestasi Promisor terhadap Stipulator.
-Tidak adanya akseptasi, maka hak kembali pada stipulator.
-Setelah adanya akseptasi, tetapi pihak ketiga melepaskan haknya keuntungan bagi promisor.
Apabila pabrik garment (A) membuat perjanjian dengan perancangnya (B) bahwa bahan-bahan garment memakai buatan pabrik tertentu (C), maka disini bukan merupakan perjanjian guna kepentingan pihak ketiga. A bebas menentukan pilihan menggunakan bahan garment sedangkan C tidak dapat menuntut agar A/B tetap menggunakan bahan dari pabriknya. Lain halnya, apabila seseorang (D) bermaksud memesan sebuah lukisan pada E untuk diberikan sebagai hadiah kepada F yang telah menyatakan persetujuannya. Dalam hal ini F berhak menuntut penyerahan lukisan tersebut dari E.



(Bersambung)


Catatan :



1.Baca majalah Tempo, Investigasi mengenai Jual Beli Pulau-pulau Kecil, Pemburu Pulau dari Seberang, Transaksi di Lahan Konservasi, Berburu Pantai Merah Jambu, 2-9 Nopember 2014, hal 64-74.
2. Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, cet ke-5, Binacipta, Bandung, 1987, hal. 205.
3. Bayu Seto Hardjowahono, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, Buku Kesatu, Edisi Keempat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 266.
4. “…kondisi bidang HPI di Indonesia sebagai salah satu bidang hukum yang, dari segi kelengkapan regulasi dan aturan-aturannya, dapat dianggap paling “terlantar” (neglected)”, Bayu Seto Hardjowahono, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, Buku Kesatu, Edisi Keempat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 264.
 5. W.A. Engelbrecht, bewerkt door E.M.L. Engelbrecht, De Wetboeken, wetten en verordeningen benevens de Grondwet van 1945 van de Republiek Indonesië, Les Editions A. Manteau S.A – Bruxelles, A.W. Sijthoff’s Uitgevermaatschappij N.V., Leiden, 1960, hal. 375
 6. Herlien Budiono, Notaris dan Hukum Perdata Internasional, Minuta No. 06100, Agustus 2013, hh. 50-59.
7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional R.I. No. 10 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pertanahan telah mencabut Pedoman Pengisian formulir akta JualBeli Tanah/persil ex P.M.A. 11/1961: "Pengertian cakap melakukan tindakan hukum adalah: telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau telah pernah menikah sebelum 21 (dua puluh satu) tahun “. 



8.P.A. Stein, Zekerheidsrechten, Pand en Borgtocht, Kluwer, deventer, 1970, hal. 102.
9.Pendapat C. Asser- L.E.H.Rutten, Verbintenissenrecht, Algemene leer der overeenkomsten, vierde druk, W.E.J.Tjeenk Willink, Deventer, 1975, hal. 142.
10.Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, 2012, hh. 335-353.
11.  Herlien Budiono, Beberapa Catatan Mengenai Hak Kebendaan dalam Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, 2012, hh. 225
12. MA 29 September 1988 No. 1030.K/Pdt/ 1987 yang menolak penyitaan atas hak sewa sehingga dengan penafsiran a contrario berarti bahwa hak sewa tidak dapat dijaminkan, dengan alasan: “Hak sewa adalah suatu hak yang timbul atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Sita jaminan terhadap hak sewa rumah adalah tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang”.
13.  Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, 2012, hal 94-95.
14. Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, 2012, hal 95-98.




K a r i r



Dr. Herlien Budiono, S.H. lahirkan di  Semarang, pada 1 Oktober 1942.
Meraih Sarjana Hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung (1966). 
Menyelesaikan Candidat Notaris pada Universitas Padjadjaran, Bandung (1970).  
Mengikuti Summer Course On Private International Law (non degree), the Hague Academy of International Law, The Netherlands (1986) dan Pendidikan Reksadana Bagi Profesi Penunjang Untuk Notaris Pasar Modal (non degree) pada Lembaga Manajemen Keuangan Dan Akuntansi, Jakarta (1997).
Doktor dalam bidang Ilmu Hukum diraih pada Faculteit der Rechtsgeleerdheid Universiteit  Leiden, Nederland (2001) dengan judul Het Evenwichtsbeginsel voor het Indonesisch Contractenrecht, contractenrecht op het Indonesisch beginselen geschoeid yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia (PT Citra Aditya Bakti, 2006). 
Menjabat sebagai Notaris (1971- 2009) dan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (1973 –2007) di Kota Bandung.
Sebagai tenaga pengajar pada:
- Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Bandung), dan Maranatha (Bandung) ; 
- Magister Kenotariatan Universitas Padjadjaran (Bandung), Universitas Surabaya (Surabaya) dan Universitas 17 Agustus (Semarang).
Telah menjabat beberapa jabatan di dalam organisasi profesi Ikatan Notaris Indonesia dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, diantaranya sebagai Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Pusat,  Anggota Majelis Pengawas Notaris Wilayah Jawa Barat; Wakil Ketua Majelis Kehormatan Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 

Related Posts: