Pada tanggal 21 Maret 2016 yang lalu telah diterbitkan PP nomor
7 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan. PP ini seperti menjawab
janji yang disampaikan oleh Bpk Freddy Harris, Dirjen AHU Kementerian Hukum dan
HAM yang disampaikan dalam acara 'Kemudahan Berinvestasi di Indonesia' di Balai
Kartini, Jakarta beberapa waktu yang lalu. Untuk memberikan kemudahan pendirian
PT bagi perusahaan rintisan (start up company).
MODAL DASAR BERDASARKAN KESEPAKATAN PARA PENDIRI
PT
Sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat 1 UUPT diatur bahwa Modal
Dasar PT paling sedikit adalah Rp 50 juta. Dalam ayat 2 pasal tersebut, melalui
Peraturan Pemerintah (PP) dapat ditetapkan perubahan besarnya modal dasar
tersebut. Dan dalam perkembangan terakhir, PP nomor 7/2016 adalah PP yang
dimaksud dari Pasal 32 ayat 2 UUPT tersebut.
Pasal 1 ayat 1 dari PP 7/2016 rumusannya tidak berbeda dengan
Pasal 32 ayat 1 UUPT. Menarik kita cermati adalah ketentuan Pasal 1 ayat 2 dari
PP tersebut.
"(2). Dalam hal salah satu atau seluruh pihak pendiri
Perseroan Terbatas memiliki kekayaan bersih sesuai dengan kriteria Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah, modal dasar ditentukan berdasarkan kesepakatan para
pendiri Perseroan Terbatas yang dituangkan dalam akta pendirian Perseroan
Terbatas."
Penjelasan ayat 2 menurut PP tersebut adalah:
"Ayat (2) Pasal 1 Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengubah
besaran Modal dasar sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang semula ditentukan paling sedikit
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) menjadi diserahkan pada kesepakatan
para pendiri Perseroan Terbatas."
Kata kunci yang bisa dilihat disini adalah "Kesepakatan
para pendiri" yang nanti dituangkan dalam Akta Pendirian. Persyaratan
untuk diperbolehkan modal dasar yang ditentukan berdasarkan kesepakatan Pendiri
adalah "salah satu atau seluruh pendiri" memiliki "kekayaan
bersih dengan kriteria UMKM".
Pada bagian ini, maka kita harus merujuk kepada ketentuan
mengenai hal tersebut di dalam UU Nomor NOMOR 20 TAHUN 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. Secara rinci, dalam pasal 6 UU 20/2008 tersebut diatur
kriteria:
Untuk Usaha Mikro kriterianya adalah sebagai memiliki 'kekayaan
bersih' paling banyak Rp50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00.
Kriteria Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00.
Kriteria Usaha Menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00.
Dalam praktek pendirian PT selama ini, 'kekayaan bersih' dalam
UU 20/2008 disederhanakan sebagai 'modal dasar' menurut UUPT, sebenarnya
keduanya berbeda. Apalagi dalam UU 20/2008 ada catatan tambahan yaitu 'tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha' padahal hal ini bisa jadi merupakan
kekayaan Perseroan yang utama.
Penjelasan Pasal 6 UU 20/2008 menjelaskan sebagai berikut:
"Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah hasil
pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha". Oleh karena itu, dengan
kemudahan yang dimungkinkan oleh Pasal 1 ayat 2 PP 7/2016, dapat saja
ditentukan lebih kecil dari Rp 12,5 juta dan modal Dasar kurang dari Rp 50
juta, misalnya hanya Rp 10 juta, sepanjang hal tersebut merupakan 'kesepakatan
para pendiri' PT tersebut.
KEWAJIBAN MENYERAHKAN BUKTI SETOR
Pasal 2 PP 7/2016 mengatur soal bukti setor, ada hal yang baru
untuk dicermati dalam prakteknya nanti yaitu kewajiban untuk menyampaikan
secara elektronik bukti penyetoran kepada Menteri dalam waktu paling lama 60
(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Perseroan Terbatas
ditandatangani. Ini suatu aturan yang baik untuk menjawab persoalan selama ini
dimana banyak PT yang didirikan secara fakta ternyata tidak memasukkan setoran
modal karena dimudahkan dari prosedur yang cukup membuat pernyataan modal saja.
Kedepan, ada kewajiban tambahan yang mengikat kepada semua pendirian PT untuk
menyampaikan secara elektronik bukti penyetoran kepada Kementerian.
-AT-
Dikutip dari Catatan Aulia Taufani.
Catatan Kecilku : (dimana saya belum memperoleh seluruh data permenkum ini)
Dalan Pasal 2 (2) Bukti Penyetoran yang sah sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib disampaikan secara elektronik kepada Menteri dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta Pendirian Terbatas ditandatangani.
Teknis penyampaian jumlah setoran modal minimal 25% dari modal dasar ada dua kemungkinan :
1. Dipenuhi pada saat ditandatangani akta tersebut, dan dapat dilangsungkan proses pengesahan.
2. Ditunda atau tertundanya setoran saham maksimum 60 (enam puluh) hari sejak ditandatangani akta apakah akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
a. Penundaan proses pengesahan ?
b. Jika dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari tersebut tidak dilakukan penyetoran dan tidak dapat diproses pengesahan dan dilakukan proses penegasan pendirian PT dan ketentuan tersebut berlaku pula untuk akta penegasan pendirian PT tersebut.
Kepada rekan-rekan yang mempunyai pendapat dan masukan atas ketentuan ini, mohon kiranya dapat diemail ke office@natamihardja.com, Tq
Dikutip dari Catatan Aulia Taufani.
Catatan Kecilku : (dimana saya belum memperoleh seluruh data permenkum ini)
Dalan Pasal 2 (2) Bukti Penyetoran yang sah sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib disampaikan secara elektronik kepada Menteri dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta Pendirian Terbatas ditandatangani.
Teknis penyampaian jumlah setoran modal minimal 25% dari modal dasar ada dua kemungkinan :
1. Dipenuhi pada saat ditandatangani akta tersebut, dan dapat dilangsungkan proses pengesahan.
2. Ditunda atau tertundanya setoran saham maksimum 60 (enam puluh) hari sejak ditandatangani akta apakah akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
a. Penundaan proses pengesahan ?
b. Jika dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari tersebut tidak dilakukan penyetoran dan tidak dapat diproses pengesahan dan dilakukan proses penegasan pendirian PT dan ketentuan tersebut berlaku pula untuk akta penegasan pendirian PT tersebut.
Kepada rekan-rekan yang mempunyai pendapat dan masukan atas ketentuan ini, mohon kiranya dapat diemail ke office@natamihardja.com, Tq