CATATAN 1 :
Bahwa penandatangan dalam suatu akta Notaris (atau pembubuhan sidik jari penghadap dalam akta Notaris) ataupun Surrogate, harus dinilai dengan tujuan
- Bukti (eividence) – suatu tandatangan mengidentifikasikan penandatangan dengan dokumen yang ditandatanganinya. Pada saat yang bersangkutan membubuhkan tandatanganya dalam bentuk yang khusus, tulisan tersebut akan mempunyai hubungan (attribute) dengan penandatangan.
- Peresmian (ceremony) – penandatanganan suatu dokumen akan berakibat yang menandatangan mengetahui bahwa ia telah melakukan perbuatan hukum, sehingga akan mengeliminasi adanya inconsiderate engagement.
- Persetujuan (approval) – tanda tangan melambangkan adanya persetujuan atau otorisasi terhadap suatu tulisan.
CATATAN 2 :
Secara umum, penandatanganan suatu dokumen atau akta otentik bertujuan untuk memenuhi keempat unsur di bawah ini :
- Bukti: Sebuah tanda tangan mengotentikasikan suatu dokumen dengan mengidentifikasikan penandatangan dengan dokumen yang ditandatangani.
- Formalitas: Penandatanganan suatu dokumen ‘memaksa’ pihak yang menandatangani untuk mengakui pentingnya dokumen tersebut.
- Persetujuan: Dalam beberapa kondisi yang disebutkan dalam hukum, sebuah tanda tangan menyatakan persetujuan pihak yang menandatangani terhadap isi dari dokumen yang ditandatangani.
- Efisiensi: Sebuah tanda tangan pada dokumen tertulis sering menyatakan klarifikasi pada suatu transaksi dan menghindari akibat-akibat yang tersirat di luar apa yang telah dituliskan.
CATATAN 3 :
- Penggunaan Surrogate juga dimungkinkan digunakan dalam pembuatan akta PPAT meskipun pada bagian akhir Akta PPAT mengenai uraian penandatanganan akta disebutkan bahwa akta ditandatangani atau membubuhkan sidik / cap ibu jari tangan.
- Pada umumnya di dalam akta PPAT digunakan cap jempol sebagai pengganti dari tanda tangan apabila ada penghadap yang tidak bisa membubuhkan tanda tangan. Jika penghadap tersebut tidak bisa baca tulis maka cap ibu jari dapat digunakan namun jika penghadap tersebut mempunyai keterbatasan fisik akibat sakit sehingga tidak dapat membubuhkan tanda tangan lalu kemudian tangannya diangkat dan diarahkan untuk membubuhkan cap jempol maka hal tersebut dapat dikatakan bukan kehendak bebas dari penghadap.
- Semenjak berlakunya Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang menghapus ketentuan Pasal 96 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PPAT diperbolehkan untuk mencetak blanko Akta PPAT sendiri sehingga dengan demikian dimungkinkan penggunaan Surrogate dalam akta PPAT - (INC).