Monday, 10 August 2015

Pembatasan Akta Notaris, Sebuah Pertimbangan


ASUMSI DURASI PROSES PER AKTA 24 MENIT


Masalah pembatasan akta notaris per hari muncul dalam Rapat Pleno Diperluas Ikatan Notaris Indonesia (INI), Solo, Oktober 2014. Usulan pembatasan akta per hari ini menurut penulis dihitung berdasarkan jam kerja per hari rata-rata tanpa dikurangi waktu istirahat dan lainnya kemudian dibagi 20 akta, yaitu sekitar 24 menit.


Menurut kabar, masalah ini akan dibahas dan diputuskan di dalam Kongres Luar Biasa INI di Banten sekitar akhir Mei 2015.


Berikut ini uraian penulis di dalam makalahnya yang disampaikan di acara pembekalan notaris/ PPAT Kabupaten Tangerang, 23 Maret 2015. Redaksi. 

PENDAHULUAN


Notaris  adalah :  Pejabat   Umum  yang   berwenang  untuk   membuat  akta  otentik  dan   memiliki  kewenangan  lainnya  sebagaimana dimaksud  dalam  Undang-undang  atau berdasarkan Undang-undang lainnya.  

Pasal 1 ayat (1)  Undang-undang  Nomor  30  tahun  2004   yang  kemudian  dirubah   dengan  Undang-undang  Nomor 2  tahun 2014   tentang  Undang-Undang Jabatan Notaris.

Akta  otentik dibuat atas permintaan  penghadap/pihak  untuk  menjamin  kepastian,  ketertiban  dan  perlindungan  hukum, alat  bukti  tertulis  yang  dibuat  oleh  Notaris  bersifat  otentik  mengenai  perbuatan, perjanjian dan penetapan  yang  diharuskan  oleh   peraturan    perundang-undangan   dan/atau   yang   dikehendaki   oleh  yang  berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.


Akta  Notaris  sebagai   akta  otentik  membawa   konsekwensi/akibat   bahwa   akta  Notaris  harus  dibuat  dalam bentuk  yang ditentukan  oleh  Undang-undang  (pasal 1868 KUHPerdata). Akta Notaris adalah akta otentik  yang dibuat  oleh atau  dihadapan Notaris menurut  bentuk dan tata cara yang ditetapkan  dalam  Undang-undang ini.


Notaris pada umumnya hanya melihat ketentuan yang ditetapkan dalam pasal 1868 KUHPerdata,   tetapi    kurang    memperhatikan pengertian   yang  terdapat   dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang  tentang Jabatan Notaris.


Akta Notaris yang selanjutnya disebut  akta adalah akta  otentik  yang  dibuat oleh  atau  dihadapan Notaris menurut  bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam  Undang-undang ini.


Pasal  tersebut  memberikan  pengertian kepada  kita bahwa akta Notais tidak  saja ditetapkan    bentuknya   sesuai   dengan   Undang-undang   tetapi   juga  tata  cara  pembuatan   aktanya  harus  dilakukan  sesuai  dengan   tata  cara  yang ditentukan dalam  Undang-undang  Jabatan  Notaris, dalam  hal  ini kajian yang dilakukan oleh Pengurus Wilayah INI  Banten menjadi penting.

Alasan/kepentingan Pembatasan Akta 

Apabila  kita  mengkaji  tentang  Undang  Undang  Jabatan  Notaris  dan Kode  Etik Notaris, maka   akan  kita fahami  bahwa  Notaris  adalah sebuah   jabatan  yang     luhur,     yaitu    jabatan    yang     tidak      mengutamakan    pencarian nafkah/penghasilan  sebagai   tujuan,   tetapi   lebih    kepada     profesi   luhur   yang   mengutamakan   pengabdian/ pelayanan   kepada  masyarakat, bangsa  dan Negara. Meskipun  tidak   kita  pungkiri   bahwa  kita    memperoleh   penghasilan    karena  pekerjaan  kita, tetapi  kita  perlu mengingat  bahwa  penghasilan  itu  merupakan   konsekwensi    dari   pekerjaan   kita,   sehingga  yang   kita  terima  adalah  uang  kehormatan/honorarium dan bukan upah dari pekerjaan kita.


Notaris bukan orang upahan/orang suruhan. Notaris  adalah  Pejabat  Umum  yang menjalankan sebagian kekuasaan Negara untuk membuat akta otentik  sebagai alat bukti.

A. Notaris Terikat   Sumpah Jabatan 

Sumpah    mana   disamping  sumpah   politik  yaitu  akan  setia  pada  Negara, Pancasila    dan   UUD’45,  UUJN    dan    peraturan   perundang  -  undangan   lainnya,  juga sumpah  jabatan yaitu :
 “ - bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri dan tidak berpihak,
- bahwa  saya  akan menjaga  sikap, tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban   saya  sesuai  dengan  kode  etik  profesi , kehormatan,. martabat ”

Sumpah adalah sebuah janji kepada  Allah  Swt atau kepada Tuhan Yang  Maha Esa,   bahwa  kita   akan   mentaati   janji/sumpah    tersebut   yang    akan  kita  pertanggung    jawabkan tidak saja di dunia tetapi juga di akherat. Karenanya   sebagai   mahluk    beriman  kita   harus   selalu   ingat,  kita    wajib menjalankan   jabatan dengan :
- amanah, 
. jujur, 
. saksama,
. mandiri, dan
. tidak berpihak, juga
. menjaga sikap,
. tingkahlaku, 
. menjalankan kewajiban sesuai dengan Kode Etil Profesi, kehormatan dan martabat.
      
Mari  kita   mengevaluasi   apakah  sudah   kita   mentaati  sumpah  jabatan kita tersebut atau justru   kita tanpa sadar setiap hari kita mengkhianati sumpah kita.

B. Akta Notaris harus mendapat perlakuan yang sama 

Pembuatan  akta   harus  dibuat  sesuai  bentuk dan tata cara yang  ditentukan   dalam    Undang      Undang     Jabatan  Notaris    dan     perundang-undangan   lainnya   termasuk Kode Etik Notaris Pasal   38   UUJN , setiap  akta   Notaris   merupakan  satuan  akta  dan   bukan sejumlah   akta.
      
Pada setiap akta terdiri dari  :  
a. Awal akta atau kepala akta ;
b. badan akta, dan
c. akhir atau penutup akta.

Setiap  akta  harus   dibuat  sesuai  dengan  bentuk  tersebut yang berarti setiap   akta dibuat   mulai  dari  judul  akta,  nomor   akta, jam, hari,  tanggal, bulan dan tahun akta,   nama  lengkap  dan  tempat  kedudukan  Notaris  sampai  dengan akhir atau penutup akta yaitu :
a.    Uraian tentang pembacaan,
b.    Uraian tentang penandatanganan
c.    Uraian tentang saksi,
d.    Uraian tentang ada/tidak adanya perubahan.
      
Keadaan   ini  berlaku  untuk  setiap  akta  tanpa  kecuali,  mempunyai  arti  akta    apapun    yang  kita  buat  harus/wajib  dilakukan  dengan  cara  seperti tersebut    dalam   pasal   38  UUJN,  tanpa  kecuali  juga  kita  mesti  mengingat   Sumpah  Jabatan Notaris terutama  menjaga kerahasiaan.
Tidak  ada  permbedaan perlakuan  terhadap  akta, apakah  itu akta   perorangan, akta BTN, ataukah akta fidusia

C.  Pembacaan akta


Mengenai  pembacaan  akta, Notaris sesuai dengan ketentuan pasal 16 huruf L, mempunyai  kewajiban untuk  membacakan akta dihadapan penghadap dengan  dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.

Ketentuan ini  memberikan  pengertian  kepada  kita bahwa  setiap akta  Notaris   wajib/harus     dibacakan     meskipun    kita   jumpai     adanya    pengecualian   yang    terdapat    dalam   pasal  16  ayat  7  dan  8 UUJN.

Ketentuan pasal 16 ayat 7  dan  ayat  8 UUJN tidak  menghilangkan   kewajiban  Notaris   untuk     membacakan   awal    dan  akhir   akta  tetap wajib  dibacakan   serta Isi  akta wajib  dijelaskan. Pembacaan akta  harus  dibacakan  oleh  Notaris  sendiri  dan  dilakukan sesuai  dengan   ketentuan.pembacaan akta yang terdapat dalam pasal 16 huruf L, ayat  (7)  dan  (8)    serta  dilakukan  sesuai  dengan  ketentuan  yang terdapat dalam  pasal   40   (dengan   sanksi   kehilangan   otentisitasnya)  pasal  44  dan  pasal 46 UUJN.
      
Apabila   kita   membaca    penjelasan  Undang-undang  nomor  30  tahun 2004  menyatakan  bahwa  Notaris  mempunyai  kewajiban untuk  memasukan bahwa  apa yang termuat dalam  akta Notaris sungguh-sungguh  dimengerti dan sesuai dengan  kehendak  para  pihak,  yaitu   dengan  cara  mebacakannya  sehingga menjadi   jelas  isi  akta Notaris  serta  memberikan  akses  terhadap   informasi,  termasuk    akses  terhadap  peraturan   perundang-undangan   yang   terkait  bagi   para  pihak  penandatangan  akta.


Dengan   demikian   para   pihak   dapat   menentukan   dengan   bebas   untuk menyetujui   atau tidak menyetujui  isi  akta Notaris  yang  akan ditandatangani.

Membaca   penjelasan   UUJN   tersebut,  kita  fahami    (bahwa    pembacaan  akta    Notaris   tidak    saja    berkenaan   dengan     formalitas   akta,  akan    tetapi   juga    mempunyai   arti  bahwa   pembacaan  tersebut   merupakan  alat/sarana  untuk   membuat   terang/jelas   para   pihak     penandatangan   untuk    mengetahui   dan      memahami   apa   yang   dibuat   dan   ditanda    tangani   serta  memahami  pula  akibat  hukum  dari  penandatangan  akta   tersebut)

D. Penanda tanganan

Pasal 44 UU nomor 2 tahun 2014 :
“ Segera  setelah akta  dibacakan, akta  tersebut ditanda  tangani oleh setiap Penghadap,  saksi   dan   Notaris,   kecuali  apabila   ada  penghadap  yang  tidak  dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya “.


Pengertian segera pada pasal  tersebut  memberikan  arti  bahwa tanda tangan dilakukan pada saat itu juga.     Penanda  tanganan  yang  dilakukan  segera setelah pembacaan membutuhkan Waktu yang juga dihitung pada pembuatan akta tersebut.
      
Penanda  tanganan  akta   harus  dikaitkan  dengan pasal 15 ayat (1) UUJN bahwa   Notaris  menjamin  kepastian  tanggal  pembuatan akta   sehingga    penanda  tanganan   akta   harus  dapat  dijamin  oleh   Notaris   tidak  saja  ditanda    tangani    oleh     penghadap      dihadapan   Notaris   tetapi   juga    ditanda   tangani   oleh   penghadap    dihadapan  Notaris   segera   setelah akta  tersebut    dibacakan  oleh   Notaris   dihadapan  penghadap   dengan    dihadiri  oleh  paling   sedikit  2  (dua) orang saksi.
      
Sebagai catatan,  apabila   ada   penghadap  yang   tidak  dapat  membubuhkan  tanda  tangan,  cukup   dinyatakan  secara  jelas   alasannya  pada  akhir   akta,  sehingga   tidak  ada  pembubuhan  sidik    jari,   pada   Minuta,    pembubuhan   sidik jari cukup 1 (satu) kali yang dilakukan  pada lembar   tersendiri.


E.  Teliti dan berhati-hati

Notaris mempunyai kewajiban untuk menjalankan jabatan nya secara saksama, Saksama mempunyai arti teliti dan berhati-hati. Produk  Notaris  adalah  produk  jabatan  yang  diharapkan  dapat   memberikan kepastian  hukum  kepada  para  pihak, kepastian  terhadap hak dan  kewajiban bagi para pihak, Akta Notaris adalah  akta otentik  yang merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna, yang harus dipercaya oleh Hakim sebagai benar  sepanjang  ketidak benarannya dapat dibuktikan.
      
Akta Notaris tidak memerlukan suatu tambahan bukti.  Mengingat  begitu  penting/strategis nya  akta  Notaris maka akta  Notaris harus dibuat dengan cermat, teliti  dan berhati-hati. Akta Notaris  bukan  produk  industri yang  mementingkan  penghasilan  dengan  memperbanyak jumlah hasil industri.
      
Akta   Notaris     merupakan      produk    intelektual  yang   diperoleh    dari  mengkonstatir/ menuliskan   secara  benar/otentik  kehendak    para   pihak  yang    selalu   dikaitkan/dihubungkan     dengan    peraturan   perundang-undangan dan Kode Etik Notaris.
      
Notaris   dalam   membuat  akta   akan    selalu  amanah,   jujur,   saksama,  mandiri    dan  tidak  berpihak   serta  selalu  menjaga   kepentingan  pihak  yang  terkait  dalam perbuatan hukum.
     
Untuk menjaga hal tersebut Notaris harus bekerja dengan tidak dalam keadaan terburu-buru   tetapi  dalam    ketelitian  dan  pengetahuan  serta    kemampuan       keilmuan yang dapat dipergunakan untuk  mencocokan/mensinkronkan dengan akta    yang   dibuatnya,   tidak   saja   pada  saat   pembuatan tetapi pada saat  pembacaan akta, sebagai  keadaan terakhir sebelum akta ditanda tangani, yang  menandakan  bahwa akta telah selesai dibuat.  


Melihat  keadaan tersebut diatas antara lain bentuk dan sifat akta,   pembacaan, penandatanganan,  keharusan  untuk  saksama  (teliti  dan  berhati- hati) serta tujuan   dan   kegunaan  akta  sebagai alat bukti, maka akta Notaris tidak  dapat bahkan  tidak  boleh  dibuat   dalam  keadaan  terburu-buru   akan  tetapi  harus dibuat   dalam keadaan cermat dan saksama.
      
Akhir-akhir  ini  dijumpai  adanya  Notaris  yang  membuat  akta  dengan  jumlah  diluar kewajaran,  bahkan  pada  saat  rapat  koordinasi    Majelis   Pengawas    yang    dihadiri    Mahkamah   Agung,    Kejaksaan     Agung     dan     Polri     beranggapan  bahwa  akta    yang     dibuat    dalam   jumlah   yang     tidak    wajar  dianggap  mempunyai/ada  indikasi  kuat   merupakan  pelanggaran  jabatan    dan   dapat  pula  menjadi  indikasi  adanya pelanggaran pidana.


Ikatan Notaris Indonesia, khususnya Dewan Kehormatan mengusulkan kepada Pengurus  Pusat  agar  dalam  Rapat  Pleno  Pengurus  Pusat  Yang  Diperluas  dapat   disepakati  jumlah  akta  yang    wajar yang  dapat   dibuat  oleh  Notaris dengan memperhatikan kewajiban, mekanisme dan  tata cara  pembuatan akta yang terdapat dalam UUJN dan Kode Etik Notaris.
      
Kalau  kita   perhatikan   jam   kerja   Notaris  dan   kantor   dinas/instansi   serta  Perbankan dan kelaziman yang  ada di masyarakat, maka jam  tersebut  adalah  antara jam  8 pagi  sampai  dengan jam 5 sore dan jam istirahat pada jam 12.00  sampai jam 13.00 maka  jumlah  jam yang  dipergunakan  adalah  8  jam sehari, artinya  tanpa  perjalanan, tanpa  shalat, tanpa  jeda keluar – masuk/bergantianorang  yang   membuat  akta,  jumlah  waktu  yang  dibutuhkan   dengan  jumlah pembatasan akta 20 (dua puluh) akta satu hari adalah :   8 X 60 menit : 20 akta adalah 24 menit waktu yang dibutuhkan.

Mari kita jujur pada nurani dan  akal  sehat, dapatkah kita membuat akta  sesuai dengan   UUJN   dan  Kode  Etik  Notaris  dengan   jumlah  akta 20 untuk setiap  hari atau 24 menit setiap akta, bahkan dijumpai ada notaris yang membuat akta  lebih dari 20, bahkan ada yang 100 dalam satu hari.    
      
Meskipun   kita    menyadari    tentu   ada    pengecualian-pengecualian   yang mungkin untuk itu.
     
Tetapi secara keseluruhan sepertinya hal/keadaan  itu sulit diterima  akal  sehat Adalah   kewajiban  organisasi  untuk   melindungi  anggota  dengan   membuat Pengaturan  yang  tentu dari waktu ke waktu  dapat di evaluasi dengan argumentasi hukum  dan  kewajaran  tetapi bukan dengan  kepentingan membuat   pembenaran.


Dari kebutuhan pribadi. 
Forum  kajian seperti yang dilaksanakan  oleh  Pengurus  Wilayah INI Banten  perlu
diapresiasi yang  tidak saja sebagai  sarana  sosialisasi  tetapi juga  sebagai sarana
evaluasi untuk bahan Rapat Pleno/Kongres yang akan datang.

PENUTUP

Tan Tong Kie – Fungsi Notaris dalam masyarakat :
”Setiap   masyarakat     membutuhkan   seorang   ( figur )   yang      keterangan-keterangannya   dapat   diandalkan, dapat  dipercayai,  yang  tanda  tangannya serta segelnya (Capnya)   memberi  jaminan  dan bukti kuat, seorang  ahli yang  tidak  memihak  dan   penasehat      yang     tidak       ada   cacatnya  (Onkreukbaar/unimpeachath), yang tutup mulut dan  membuat suatu perjanjian  yang dapat melindunginya dihari-hari yang akan datang.” 

Uraian diatas memberikan pemahaman kepada kita bahwa :
1. Seorang Notaris haruslah ahli dibidangnya.
2. Seorang terpercaya.
3. Mempunyai sifat/karakter/akhlak yang mulia.
4. Selalu dapat menjaga harkat dan martabatnya.
5. Sopan dan berpengalaman.
6. Mempunyai ketelitian dalam bekerja,


Adalah tugas dan kewajiban organisasi untuk melakukan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anggota, perlindungan yang paling efektif yang dilakukan dengan kegiatan atau aktifitas preventif.


Pembatasan jumlah akta dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada anggota secara preventif, agar anggota (Notaris) dalam menjalankan jabatannya dilakukan secara saksama (teliti dan berhati-hati)


Kita melihat bahwa sebagian besar masalah yang dihadapi anggota adalah pembuatan akta yang dilakukan secara tidak teliti dan tidak berhati-hati.


Pembuatan akta yang dilakukan secara terburu-buru akan mengakibatkan masalah di kemudian hari, karenanya kami menghimbau agar Notaris dalam menjalankan jabatan mentaati mekanisme dan prosedur/tata cara yang telah ditentukan di dalam Undang Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.


Akankah penggambaran Notaris oleh Tan Tong Kie tersebut menjadi kenyataan, harapan atau sekedar impian. 


*) Penulis adalah Notaris/ PPAT yang saat ini menjabat Ketua Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia
*) Makalah ini disampaikan pada acara upgrading/ pembekalan anggota INI dan IPPAT Kabupaten Tangerang, 23 Maret 2015.


Related Posts: